Jumat, 21 Oktober 2011

Skripsiku

SATUAN MORFEMIS {-K}, {-M}, {-T}, DAN {-N}
SEBAGAI PRONOMINA PERSONA DALAM BAHASA SASAK DIALEK A-E DI KOTA PRAYA KABUPATEN LOMBOK TENGAH








Oleh
BAIQ DESI LUTHFIANA
E1C 007 005


SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah



UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

2011
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahi rabbil ‘alamin, segala puji hanya bagi Allah swt., dzat yang menganugerahi segala nikmat. Atas perjuangan keras di bawah naungan cinta-Nya, skripsi berjudul Satuan Morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} sebagai Pronomina Persona dalam Bahasa Sasak Dialek a-e di Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah ini dapat dirampungkan sesuai dengan harapan.
Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah di FKIP Universitas Mataram.
Skripsi ini dapat dirampungkan berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Mahsun, MS. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram;
2. Bapak Drs. Kamaluddin, M.A., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni;
3. Bapak Drs. Mari’i, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah;
4. Bapak Prof. Dr. Mahsun, MS. selaku Dosen Pembimbing I;
5. Bapak Drs. Khairul Paridi, M.Hum. selaku Dosen pembimbing II;
6. Bapak Dr. Rusdiawan, M. Pd. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak masukan dan arahan,
7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah mengajar, mendidik, dan membimbing kami selama belajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram yang tidak bisa disebut satu persatu;
8. Kedua orang tua yang sangat saya junjung namanya dalam doa dan perjuangan, yang telah mendampingi perjalanan saya dengan dukungan moral dan materil;
9. Keluarga besar MT Al Kahfi, terima kasih telah mengajari saya banyak hal;
10. Teman-teman Bastrindo ’07 yang selalu saya rindukan tawanya; dan
11. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga terselesainya skripsi ini yang tidak dapat disebut satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak sekali kekurangan. Untuk itu, peneliti mohon maaf atas segala kekurangan tersebut. Atas kekurangan tersebut, peneliti sangat mengharapkan masukan demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Mataram, 01 Mei 2011





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
MOTO DAN PERSEMBAHAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iv
HALAMAN PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN x
ABSTRAK xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PenelitianRelevan 9
B. Landasan Teori 13
1. Konsep Satuan Morfemis (Morfem) 13
2. Konsep Klitika 15
3. Batasan dan Ciri Pronomina, Khususnya Pronomina Persona 17
4. Konsep Distribusi 22
5. Konsep Kelas Kata 23
6. Tinjauan Sosiolinguistik 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi, Sampel, dan Informan 28
1. Populasi 28
2. Sampel 28
3. Informan 29
B. Metode Pengumpulan Data 30
1. Metode Intronspektif 30
2. Metode Simak 31
C. Metode Analisis Data 32
1. Metode Padan Intralingual 32
2. Metode Padan Ekstralingual 33
D. Metode Penyajian Data 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 36
B. Pembahasan 48
1. Distribusi Satuan Morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam
Bahasa Sasak Dialek a-e 48
2. Penggunaan Satuan Morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}
Berdasarkan Tinjauan Sosiaolinguistik 56
a) Usia 58
b) Ekonomi dan Pendidikan 65
c) Kebangsawanan 71
3. Beberapa Catatan mengenai Penggunaan Pronomina Persona
{-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} berdasarkan Tinjauan Sosiolinguistik 75
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 78
B. Saran 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN









DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

{ } : menunjukkan satuan morfemis (morfem)
[V-V] : menunjukkan posisi antarvokal akhir dalam suatu bentuk
‘...’ : menunjukkan makna dari suatu bentuk
…-… : menunjukkan pengucapan yang memiliki jeda
ə : melambangkan bunyi e pepet (e tertutup)
E : melambangkan bunyi e terbuka
ŋ : melambangkan bunyi nasal ‘ng’
ñ : melambangkan bunyi ‘ny’
O : melambangkan bunyi o terbuka
PI : padan intralingual
PE : padan ekstralingual
HBB : hubung banding membedakan
HBS : hubung banding menyamakan
HBSP : hubung banding menyamakan hal pokok
BD : bentuk dasar
V : verba
Adj. : adjektiva
Adv. : advrebia
N : Nomina
Num. : numeralia
Prep. : Preposisi
K : konjungtor
K (1) : kalimat (1)
KP : kata penyangkal
KT : kata tanya




ABSTRAK
SATUAN MORFEMIS {-K}, {-M}, {-T}, DAN {-N}
SEBAGAI PRONOMINA PERSONA DALAM BAHASA SASAK DIALEK A-E DI KOTA PRAYA KABUPATEN LOMBOK TENGAH
Oleh: Baiq Desi Luthfiana

Satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} merupakan pronomina persona dalam Bahasa Sasak Dialek a-e. Keempat pronomina persona ini memiliki keunikan. Di antaranya, berdistribusi pada 7 kategori kata, bentuk realisasinya relatif lebih lengkap dibandingkan dengan bahasa lainnya, serta hanya mampu melekat di akhir suatu bentuk, tidak di kedua sisi suatu bentuk. Berdasarkan uraian tersebut maka ada dua masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini, yaitu masalah distribusi pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} serta penggunannya berdasarkan tinjauan sosiolinguistik.
Teori-teori yang digunakan sebagai pijakan dari penelitian ini adalah teori mengenai konsep satuan morfemis. Ditambah lagi teori mengenai konsep klitika, batasan dan ciri pronomina, khususnya pronomina persona, konsep distribusi, konsep kelas kata, serta teori mengenai sosiolinguistik. Teori-teori ini diambil dari pendapat para ahli linguistik maupun orang-orang yang berkompeten di bidang linguistik, seperti Abdul Chaer, Hasan Alwi, Harimurti Kridalaksana, Masnur Muslich, Nazir Thoir, Mahsun, dan Sukri.
Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah dijadikan sampel dalam penelitian ini. Tiga orang informan yang berdomisili di kota inilah yang dijadikan sumber pengumpulan data, selain tentunya berdasar kan intuisi pribadi peneliti sebagai pengguna bahasa Sasak Dialek a-e. Data-data tersebut dikumpulkan menggunakan 2 metode, yakni metode introspeksi. Metode ini dibantu teknik kerjasama dengan informan. Metode yang ke dua adalah metode simak dibantu teknik simak libat cakap dan teknik catat. Data-data kemudian dianalisis dengan metode pada ekstralingual dan metode padan ekstralingual. Setelah data selesai dianalisis, maka data-data disajikan dalam bentuk formal dan informal.
Pronomina persona {-k} merujuk pada orang pertama tunggal, pronomina persona {-m} merujuk pada orang ke dua tunggal, pronomina persona {-t} merujuk pada orang pertama jamak, dan pronomina persona {-n} merujuk pada orang ke tiga tunggal. Keempat pronomina persona ini merupakan pronomina persona dalam bentuk tidak utuh/trikat. Keempatnya hanya mampu melekat di akhir suatu bentuk dan pada 7 kategori kata, yakni kategori verba (kata kerja), adjektiva (kata sifat), adverbia (kata keterangan), nomina (kata benda), numeralia (kata bilangan), kata tanya, dan kata tugas.
Penggunaan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} tidak dipengaruhi oleh situasi sosial penuturnya. Strata sosial ini dilihat dari tingkat usia, ekonomi, pendidikan, serta kebangsawanan penutur. Keempat pronomina persona ini tidak dapat menunjukkan tingkatan sosial para penuturnya. Dalam konstruksi kalimat, yang akan berubah adalah bentuk lainnya, misalnya bentuk berkategori verba ataupun kata penunjuk. Dari bentuk-bentuk yang berubah inilah kita mengetahui perbandingan tingkat sosial penutur dengan lawan tutur atau orang yang dibicarakannya.















BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa Sasak yang berkembang di Pulau Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya (Jaelani, 2007. http://sasak.org/2007/11/29/menelusuri-asal-usul-papuk-baloq-kita. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2009 pukul 13.31).
Pada mulanya, dialek dalam bahasa Sasak dibagi menjadi 5 dialek. Thoir, dkk (1986: 20-24) menamai kelima dialek ini sebagai dialek Meno-Mene, Ngeno-Ngene, Ngeto-Ngete, Ngeno-Mene, dan Meriak-Meriku. Pembagian nama dialek ini didasarkan pada bentuk realisasi makna ’begini’ dan ’begitu’ pada daerah yang diamatinya. Menurut Mahsun (2006: 3-4), pembagian dialek ini belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebab, peneliti tidak konsisten dalam menentukan dialek tersebut. Makna ’begini’ memiliki 22 realisasi dan makna ’begitu’ memiliki 23 bentuk realisasi. Ini berarti, jika pembagian dialek didasarkan pada bentuk realisasi kedua makna kata di atas, akan terdapat 22 atau 23 dialek dalam bahasa Sasak.
Oleh karena itu, Mahsun (2006: 72), dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Dialektologi Diakronis Bahasa Sasak di Pulau Lombok, mengelompokkan bahasa Sasak menjadi 4 dialek, yakni Dialek a-a sebagai padanan Dialek Bayan (DB), Dialek a-e sebagai padanan Dialek Pujut (DP), Dialek e-e sebagai padanan Dialek Selaparang (DS), Dialek a-o sebagai padanan Dialek Aibukaq. Hal ini didasarkan pada korespondensi vokal pada struktur [V-V] keempat dialek tersebut. Pertimbangan ini lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Setelah penulis amati, bentuk-bentuk yang digunakan dalam bahasa Sasak Dialek a-e memang memiliki korenspondensi vokal akhir [a-e], misalnya bentuk mate ‘mata‘, ape ‘apa‘, bate ‘bata‘, Praye ‘Praya‘, dan kace ‘kaca‘. Oleh karena itu, penulis memilih untuk mengikuti aturan penamaan dialek berdasarkan pertimbangan terakhir ini.
Dalam penelitian ini, difokuskan untuk berbicara mengenai Dialek a-e. Dialek ini merupakan dialek yang menyebar dari bagian Barat ke bagian Tengah, dan sedikit di bagian Timur Pulau Lombok (Periksa Mahsun, 2006: 41). Dialek a-e ini merupakan dialek yang digunakan oleh peneliti sendiri. Ini mempermudah peneliti dalam melalukan verifikasi terhadap data-data yang muncul. Selain itu, peneliti juga berdomisili di daerah pengguna Dialek a-e tersebut. Hal ini semakin memudahkan peneliti untuk melakukan verifikasi dengan pengguna dialek tersebut secara lebih objektif agar tidak sepenuhnya bersumber dari pandangan atau intuisi pribadi peneliti sebagai pengguna dialek tersebut.
Salah satu hal yang menarik untuk diperbincangkan dalam bahasa Sasak Dialek a-e adalah masalah pronomina persona. Ada beberapa alasan yang mendasari pernyataan tersebut. Dalam bahasa Sasak Dialek a-e dikenal 4 satuan morfemis terikat yang berfungsi sebagai pronomina persona, yakni satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t} dan {-n}. Disebut satuan morfemis karena merupakan satuan gramatik terkecil yang memiliki makna gramatik. Satuan morfemis {-k} merujuk pada orang pertama tunggal. Satuan morfemis {-m} merujuk pada orang kedua tunggal, satuan morfemis {-t} merujuk pada orang pertama jamak, dan satuan morfemis {-n} merujuk pada orang ketiga tunggal. Masing-masing merupakan variasi bentuk dari pronomina aku, kamu, ite, dan nie. Keempat bunyi ini dimasukkan ke dalam satuan morfemis (morfem) monofonemis. Jika satuan morfemis ini melekat pada suatu bentuk, maka ia akan menandakan persona yang dirujuk oleh bentuk tersebut. Misalnya bentuk wah-k berarti saya sudah. Berbeda dengan bentuk wah-m yag bermakna kamu sudah. Pelekatan satuan morfemis {-k} pada bentuk pertama dengan satuan morfemis {-m} pada bentuk kedua menandakan persona yang dirujuk berbeda.
Keempat pronomina persona ini mirip dengan klitika {–ku},{-mu}, dan {–nya} dalam bahasa Indonesia. Ketiga klitik dalam bahasa Indonesia tersebut merupakan bentuk realisasi dari pronomina persona aku, kamu, dan dia dalam bentuk yang lebih pendek. Sifatnya terikat. Sama halnya dengan satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} dalam bahasa Sasak Dialek a-e. Keempat satuan morfemis tersebut merupakan bentuk realisasi dari pronomina persona aku, kamu, ite, dan nie. Sifatnya juga terikat. Oleh karena itu penulis akan membahas keempat satuan morfemis ini sebagai pronomina persona dalam bahasa Sasak Dialek a-e.
Ada perbedaan mendasar antara pronomina persona {–ku},{- mu}, dan {–nya} dalam bahasa Indonesia dengan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} dalam bahasa Sasak Dialek a-e? Pronomina persona {–ku},{-mu}, dan {–nya} dalam bahasa Indonesia mampu melekat di depan maupun di belakang suatu bentuk. Sementara itu, pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} dalam bahasa Sasak Dialek a-e hanya mampu melekat di akhir kata atau morfem. Selain itu, pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} memiliki bentuk realisasi yang lebih banyak, yakni dengan adanya pronomin persona {-t} yang merupakan pronomina persona orang pertama jamak. Dan bentuk ini tidak terdapat dalam pronomina persona bahasa Indonesia. Ini merupakan satu keunikan tersendiri bagi pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n}.
Keunikan berikutnya adalah, meskipun pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} merupakan bentuk terikat yang hanya mampu melekat di akhir suatu bentuk, namun keempat pronomina persona ini memiliki kemampuan melekat hampir di semua kategori kata. Atau, dengan kata lain, keempat pronomina persona tersebut memiliki distribusi yang luas. Jika pronomina persona dalam bahasa Indonesia biasanya hanya mampu melekat pada kata berkategori verba, adjektiva dan nomina, maka pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} dalam bahasa Sasak Dialek a-e ini mampu melekat pada kategori kata yang lebih luas lagi. Bahkan, termasuk kata penegasian tidak.
Syafyahya (2010. http://lenisyafyahya. wordpress.com/2010/01/29/struktur-fungsional-pronomina-persona. Diakses pada hari Rabu, 12 Mei 2010 pukul 14.15) dalam artikelnya yang berjudul Stuktur Fungsional Pronomina Persona Bahasa Minangkabau mengungkapkan bahwa pronomina persona yang terdapat dalam Bahasa Minangkabau memiliki distribusi di lekat kanan dan lekat kiri. Artinya, bentuk-bentuk pronomina persona tersebut mampu melekat baik di akhir maupun di awal suatu morfem. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri (2000: 68-69) yang meneliti masalah Morfologi Nomina dan Adjektiva Bahasa Saluan. Asri menemukan dalam bahasa Saluan (salah satu bahasa daerah di Provinsi Sulawesi Tengah) terdapat bentuk proklitik {sa-} dan {sumo-}. Bahasa Saluan ini juga memiliki enklitik {-ku} ‘ku’, {-um} ‘kamu’, {-miu} ‘kamu’, {-mami} ‘kami’, dan {-nto} ‘kita’.
Penelitian lainnya, yakni penelitian terhadap bahasa Sasak di Desa Lading-Lading Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara yang dilakukan oleh Patmantari (2010: 26), menerangkan secara ringkas mengenai pronomina persona dalam bentuk terikat, yakni bentuk –ku dan –k sebagai pronomina persona pertama tunggal serta bentuk –ta sebagai pronomina persona pertama jamak. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} memang berbeda dengan pronomina persona yang berlaku, baik pada bahasa di luar bahasa Sasak maupun bahasa Sasak itu sendiri, tentunya pada dialek yang berbeda.
Sebenarnya pronomina persona dalam bahasa Sasak Dialek a-e terdiri dari aku/tiang untuk orang pertama tunggal, ite untuk orang pertama jamak, kamu/side/pelinggih untuk orang kedua tunggal, side pade/pelungguh senamean untuk orang kedua jamak, dan nie untuk orang ketiga tunggal. Bentuk-bentuk tersebut merupakan bentuk pronomina persona utuh yang lebih merujuk pada penelusuran berdasarkan sosiolinguistik. Sementara pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} digunakan tanpa memperhatikan kaidah sosiolinguistik.
Bentuknya tidak berubah, meskipun lawan bicaranya berganti. Keempat pronomina persona ini tidak terikat pada stratifikasi sosial dan usia lawan bicara seperti pronomina persona bentuk utuh. Misalnya saja pronomina persona aku digunakan jika lawan tutur merupakan orang yang memiliki stratifikasi sosial lebih rendah atau setara dengan penutur. Pronomina persona aku akan diganti dengan tiang jika lawan tuturnya memiliki stratifikasi sosial yang lebih tinggi dari penutur. Sementara itu, pronomina persona {-k}, {-m}, {-t} dan {-n} tetap digunakan tanpa memperhatikan stratifikasi sosial para penuturnya. Dalam konteks kalimat, yang akan diubah adalah bentuk lainnya, misalnya bentuk pronomina penunjuk atau verba, sementara bentuk keempat pronomina persona ini tetap dipertahankan.
Ada banyak penelitian yang membahas tentang pronomina persona dalam bahasa Sasak. Namun, sejauh ini, penelitian yang peneliti temukan berkisar pada penjelasan mengenai bentuk-bentuk beserta penggunaan pronomina persona berdasarkan stratifikasi sosial para penuturnya. Belum ada yang mencoba mengungkapkan sisi menarik dari bentuk pronomina persona yang digunakan dalam bahasa Sasak. Khususnya bahasa Sasak Dialek a-e. Padahal, seperti dialek pada umunya, Dialek a-e tentunya memiliki keunikan tersendiri. Keunikan ini merupakan ciri khas yang membedakannya dengan dialek lainnya yang ada dalam bahasa Sasak.
Belum ada kaidah yang menjelaskan mengenai keunikan keempat pronomina persona ini. Terutama dari segi ditribusinya yang luas serta penggunaannya berdasarkan tinjauan sosiolinguistik. Kedua aspek inilah yang sebenarnya menunjukkan keunikan keempat pronomina persona ini. Untuk itulah penulis tertarik untuk membahas mengenai keunikan ini lebih jauh dalam penelitian berjudul Satuan Morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} sebagai Pronomina Persona dalam Bahasa Sasak Dialek a-e di Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, masalah yang ingin dipecahkan melalui penelitian dalam rangka penulisan skripsi ini adalah mengenai distribusi satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} sebagai pronomina persona dalam bahasa Sasak Dialek a-e di Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah beserta pemakaiannya berdasarkan tinjauan sosiolinguistik.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang distribusi satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} sebagai pronomina persona dalam bahasa Sasak Dialek a-e di Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah beserta pemakaiannya berdasarkan tinjauan sosiolinguistik.


D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a) Menambah pengetahuan mengenai distribusi satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} sebagai pronomina persona dalam bahasa Sasak Dialek a-e.
b) Menambah pengetahuan mengenai pemakaian satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam bahasa Sasak Dialek a-e berdasarkan tinjauan sosiolinguistiknya
c) Menambah wawasan masyarakat di Pulau Lombok sendiri mengenai keunikan bahasanya, khususnya keunikan bahasa Sasak Dialek a-e ditinjau dari pronomina persona yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari

2. Manfaat Praktis
a) Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian lainnya yang serupa.
b) Penelitian ini menambah koleksi perpustakaan, terutama yang berkaitan dengan kaidah penggunaan bahasa Sasak Dialek a-e yang berkembang di Pulau Lombok.
c) Dapat ikut berperan dalam melestarikan bahasa Sasak, khususnya bahasa Sasak Dialek a-e yang berkembang di Pulau Lombok.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Relevan
Sudah banyak sekali penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pronomina persona. Beberapa di antaranya adalah penelitian berjudul Wujud dan Fungsi Pronomina Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur yang dilakukan oleh Nurhayadi pada tahun 1996. Penelitian ini memaparkan tentang wujud-wujud dari pronomina persona yang digunakan di Kecamatan Keruak. Bentuk-bentuk ini digunakan berdasarkan fungsinya masing-masing. Tentu saja didasarkan pada tinjauan sosiolingusitik, yakni dipengaruhi oleh stratifikasi sosial para penutur. Penelitian ini bisa dikatakan sangat luas. Tidak hanya membahas mengenai pronomina persona, melainkan pronomina penanya dan pronomina penunjuk. Seluruh wujudnya dipaparkan beserta dengan fungsinya masing-masing.
Penelitian lainnya yang juga memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah penelitian berjudul Pronomina Demonstratif dalam Bahasa Sasak. yang dilakukan oleh Dian Sukmawati pada tahun 2004. Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai bentuk pronomina penunjuk yang ada dalam bahasa sasak secara umum. Peneliti juga menerangkan fungsinya. Fungsi pronomina demionstratif ini dijelaskan berdasarkan tinjauan sosiolinguisitik. Peneliti menjelaskan fungsinya dalam 3 kategori, yakni fungsi yang menunjukkan tingkat kesopanan rendah, sedang, dan tinggi. Didasarkan pada stratifikasi sosial para penutur. Dan yang terakhir, peneliti menjelaskan mengenai makna dari bentuk-bentuk demonstratif dalam bahasa Sasak. Penelitian ini bahkan lebih umum lagi. Cakupannya luas. Tidak ada pembatasan atas dialek tertentu dalam bahasa Sasak. Padahal, bahasa Sasak memiliki banyak sekali varian.
Penelitian berikutnya adalah penelitian berjudul Pronomina Persona dalam Surat Kabar Harian Cenderawasih Pos yang dilakukan oleh Siti Mariati S. pada tahun 2005. Penelitian ini juga hanya menampilkan hasil analisis berupa bentuk-bentuk pronomina persona pertama, kedua, dan ketiga dalam bentuk tunggal dan jamak yang digunakan dalam deretan kata dan kalimat dalam Surat Kabar Harian Cenderawasih. Penelitian ini masih terbilang umum, seperti halnya penelitian-penelitian lainnya yang disajikan sebelumnya dalam tulisan ini.
Penelitian berikutnya yang masih relevan dengan penelitian ini adalah penelitian berjudul Pronomina Interogatif dalam Bahasa Sasak Dusun Senggigi Kecamatan Batulayar yang dilakukan oleh Riyadatul Jannah pada tahun 2007. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk pronomina interogatif. Peneliti menemukan dua bentuk pronomina interogatif secara umum, yakni pronomina interogatif bentuk dasar dan pronomina interogatif bentuk turunan. Kedua bentuk ini dijelaskan fungsinya dalam konteks kalimat yang sehari-hari digunakan oleh penutur bahasa Sasak di Dusun Senggigi. Ada yang berfungsi menyatakan tentang orang, benda, pilihan, waktu, sebab atau alasan, cara, keadaan, hasil dan perbuatan, tempat, asal, dan tujuan. Sementara itu maknanya dinyatakan sebagai makna ’ketidaktentuan.’ Berdasarkan uraian di atas, peneliti pronomina interogatif di Dusun Senggigi ini kurang cermat dalam menguraikan fungsi pronomina tersebut. Sebab, fungsi yang dijelaskan lebih merujuk kepada makna dari pronomina tersebut.
Penelitian yang lebih baru lagi adalah penelitian berjudul Pronomina Persona dalam Tingkatan Sosial Masyarakat di Desa Sukadana Kecamatan Bayan yang dilakukan oleh Mariati pada tahun 2009. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bentuk, fungsi, dan makna pronomina persona yang digunakan di Desa Sukadana. Hal ini didasarkan pada stratifikasi sosial penutur. Di Desa Sukadana terdapat 3 tingkatan sosial, yakni tingkatan raden, yaitu kelompok raja-raja beserta keturunan mereka; tingkat menak, yaitu kelompok amtenar kerajaan dan keturunan yang sudah bercampur (kawin) dengan warga dari kelas yang lebih rendah; dan terakhir tingkat jajar karang, yaitu kelompok masyarakat yang tidak mempunyai titel atau gelar bangsawan. Bentuk-bentuk pronomina yang digunakan akan berbeda terhadap tingkatan-tingkatan masyarakat yang berbeda.
Penelitian yang hampir serupa dengan penelitian di atas adalah penelitian berjudul Bentuk dan Fungsi Pronomina Persona Bahasa Sasak Mayarakat Tutur Dusun Lading-Lading Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara yang dilakukan oleh Utami Patmantari pada tahun 2010. Dalam penelitian ini, peneliti menerangkan tentang bentuk pronomina persona yang digunakan di Dusun Lading-Lading, mulai dari pronomina persona tunggal sampai pronomina persona ketiga jamak. Bentuk-bentuk pronomina persona tersebut digunakan pada situasi yang berbeda, tergantung pada tingkat usia lawan bicara. Setiap bentuk dari pronomina persona memiliki variasi masing-masing, misalnya untuk pronomina persona pertama tunggal, terdapat bentuk –ku dan ku-, mirip dengan klitika dalam bahasa Indonesia.
Ada lagi penelitian dalam bahasa lain yang juga relevan dengan penelitian ini, yakni penelitian berjudul Pronomina Persona dalam Bahasa Sumbawa Dialek Sumbawa Besar di Desa Langam Kecamatan Lopok yang dilakukan oleh Dzohri Warizqaan pada tahun 2010. Tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Warizqaan juga membahas mengenai bentuk dan fungsi pronomina persona dalam Bahasa Sumbawa Dialek Sumbawa Besar. Bentuk-bentuk pronomina persona diuraikan, mulai dari pronomina persona pertama sampai pronomina persona ke tiga, baik dalam bentuk tunggal maupun jamak. Serta dalam bentuk utuh/bebas dan terikat. Fungsinya diuraikan berdasarkan usia, status sosial, keakraban, dan situasi pembicaraan.
Penelitian-penelitian terdahulu ini menunjukkan bahwa pembahasaan mengenai pronomina persona tidak akan pernah terlepas dari kajian sosiolinguistik. Sebab, bentuk-bentuk pronomina persona dari berbagai bahasa selalu dipengaruhi oleh konteks sosial dari pengguna bahasa tersebut. Jika situasi sosialnya berbeda, maka bentuk pronomina persona yang digunakan juga berbeda. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga dibahas mengenai penggunaan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam bahasa Sasak Dialek a-e berdasarkan tinjauan sosiolinguistiknya. Namun, tentunya akan berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dipaparkan di atas.
Penelitian-penelitian terdahulu ini tidak menjelaskan keunikan tertentu dari suatu pronomina yang ada dalam dialek tertentu. Belum ada penjelasan yang sifatnya benar-benar spesifik. Padahal, jika para peneliti sebelumnya lebih jeli, mereka bisa menemukan keunikan tersendiri dari salah satu varian bahasa Sasak. Sebab, keunikan-keunikan tersebut tentu akan menjadi identitas tersendiri bagi masyarakat pengguna bahasa tersebut.

B. Landasan Teori
7. Konsep Satuan Morfemis (Morfem)
Satuan morfemis lebih dikenal dengan istilah morfem. Ada banyak definisi morfem yang dikemukakan oleh para ahli. Kridalaksana (2008: 158) menjelaskan bahwa morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Definisi lainnya diungkapkan oleh Sukri (2008: 18). Sukri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil atau satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Kridalaksana (2008: 215) menjelaskan bahwa satuan gramatik adalah satuan dalam struktur bahasa. Definisi lainnya yang diungkapkan oleh Sukri (2008: 13), satuan gramatik mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatikal. Chaer (2003: 147) menjelaskan secara singkat bahwa morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Akmajian, dkk (1984: 58) dalam (Ba’dulu dan Herman, 2005: 7) juga menerangkan bahwa morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna atau yang dapat dikenal. Berdasarkan uaraian di atas, dapat disimpulkan bahwa morfem adalah satuan bahasa yang memiliki makna yang relatif stabil, baik makna leksikal maupun makna gramatikal serta tidak dapat dibagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil yang bermakna. Dalam penelitian ini, morfem diistilahkan sebagai satuan morfemis.
Menurut Chaer (2003: 147), untuk menentukan sebuah satuan adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Misalnya pronominal persona {-k}, hadir secara konsisten pada 3 bentuk yang berbeda, seperti bale-k (bale + -k) ‘rumahku (rumah + -k)’, wah-k (wah + -k) ‘saya sudah (sudah + -k)’, dan melet-k (melet + -k) ‘saya ingin (ingin + -k)’. Begitu juga dengan ketiga pronominal persona lainnya.
Muslich (2009: 5) menambahkan konsep tentang prosedur mengenal morfem. Menurutnya, ada 2 cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi suatu morfem, yaitu cara pembandingan dan substitusi, yaitu membandingkan (bagian) bentuk-bentuk (dan makna) yang berulang dan mengadakan substitusi atau penggantian (bagian) bentuk (dan makna). Dengan cara demikian, akan diketahui satuan bentuk dan makna terkecilnya atau morfemnya. Prosedur ini sama dengan contoh yang dipaparkan di atas.
Berdasarkan jumlah fonem yang menyusunnya, Muslich (2009: 21) membagi morfem menjadi 2, yakni morfem monofonemis, yaitu morfem yang berunsur satu fonem. Misalnya {a-} dalam amoral. Yang ke dua adalah morfem polifonemis, yaitu morfem yang berunsur lebih dari satu fonem. Misalnya {ber-} dalam bertani. Berdasarkan pengklasifikasian morfem ini, dapat disimpulkan bahwa {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} merupakan morfem monofonemis.

8. Konsep Klitika
Menurut Kridalaksana (2008: 126), klitik adalah bentuk terikat yang secara fonologis tidak mempunyai tekanan sendiri dan yang tidak dapat dianggap morfem terikat karena dapat mengisi gatra pata tingkat frase atau klausa, tetapi tidak mempunyai cirri-ciri kata karena tidak dapat berlaku sebagai bentuk bebas. Definisi ini cenderung membingungkan. Ada definisi lain yang diungkapkan oleh Sukri (2008: 17), klitik merupakan satuan terikat yang memiliki arti leksikal. Pendapat ini bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan Verhaar. Verhaar (2006: 19) menerangkan bahwa klitika adalah morfem yang biasanya hanya terdiri atas 1 silabe, melekat pada kata atau frasa lain dan memuat arti yang tidak mudah dideskripsikan secara leksikal serta tidak terikat pada kata tertentu. Sementara itu, Chaer (2006: 48), menggunakan istilah kata ganti klitik. Menurutnya, kata ganti klitik adalah kata ganti yang disingkat, seperti ku, kau, mu, dan nya.
Berdasarkan beberapa definisi yang tidak sinkron satu sama lain tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa klitika adalah satuan morfemis yang sifatnya terikat, memiliki makna gramatikal, dan merupakan realisasi dari bentuk lain dalam bentuk yang dipendekkan. Disebut satuan morfemis karena klitika ini memiliki makna yang relatif stabil pada bentuk-bentuk yang berbeda. Maknanya akan jelas setelah bergabung dengan bentuk lainnya. Oleh karena itu disebut memiliki makna gramatikal.
Ada dua macam klitika dalam bahasa Indonesia, yakni proklitik dan enklitik. Menurut Kridalaksana (2008: 200), proklitik adalah klitik yang secara fonologis terikat dengan kata yang mengikutinya. Contok proklitik misalnya ku- dalam kukirim. Sementara itu, enklitik menurut Kridalaksana (2008: 57) adalah klitik yang terikat dengan unsur yang mendahuluinya. Misalnya –nya dalam bukunya dan –mu dalam memberimu. Ada juga bentuk enklitik –ku dalam cintaku.
Bentuk terikat ku- berbeda pemakaiannya dengan –ku. Bentuk ku- dilekatkan pada kata yang terletak di belakangnya. Kata yang terletak di belakang ku- adalah verba. (Periksa Alwi, dkk, 2003: 252). Sementara itu bentuk ku- diletakkan di belakang kata berkategori nomina dan verba.


9. Batasan dan Ciri Pronomina, Khususnya Pronomina Persona
Kata ganti atau pronomina ialah kata-kata yang menunjuk, menyatakan, atau menanyakan tentang sebuah substansi dan dengan demikian justru mengganti namanya (Alwi, dkk, 2003: 249). Kata ganti adalah kata yang menggantikan kata benda atau kata lain yang tidak disebut (Pamungkas, 1994: 12). Pronomina adalah kata yang menggantikan nomina atau frase nomina (Kridalaksana, 2001: 179). Berdasarkan definisi yang diungkapkan oleh para ahli, dapat kita simpulkan bahwa kata ganti adalah kata yang berfungsi menggantikan kedudukan kata benda atau frase benda dalam suatu tuturan.
Ciri-ciri pronomina (Alwi dkk, 2003: 249), antara lain : (a) Jika dilihat dari segi fungsinya dapat dikatakan bahwa pronomina menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan –dalam macam kalimat tertentu- juga predikat, (b) Acuannya dapat berpindah-pindah karena bergantung kepada siapa yang menjadi pembicara/penulis, siapa yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan
Pada umumnya, pronomina, atau yang biasa disebut dengan kata ganti ini dibagi menjadi 3, yaitu (a) Pronomina Persona, (b) Pronomina Penunjuk, dan (c) Pronomina Penanya. (Periksa Nugraha, 2008 dalam Doyseta, 2010. http://pbsi-morfologi.blogspot.com. Diakses pada hari Jumat, 17 Desember 2010 pada pukul 17. 25). Yang akan dibahas secara lebih spesifik dalam penelitian ini adalah masalah pronomina persona.
Ada banyak konsep mengenai pronomina persona yang diajukan oleh para ahli. Pronomina persona menurut Kridalaksana (2001: 179) adalah pronomina yang menunjuk kategori persona seperti saya, ia, mereka, dsb. Sementara Ramlan (1991: 10) menerangkan bahwa pronomina persona ialah kata-kata yang mengganti nama persona. Hal serupa juga diungkapkan oleh Pamungkas (1994: 12), yakni kata ganti orang yaitu kata ganti yang berfungsi menggantikan kata benda/orang.
Menurut Alwi, dkk (2003: 249), pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga). Di antara pronomina tersebut, ada yang mengacu pada jumlah satu atau lebih dari satu. Ada bentuk yang bersifat ekslusif, ada yang bersifat inklusif, dan ada yang bersifat netral.
a. Persona Pertama
Persona pertama tunggal bahasa Indonesia adalah saya, aku, dan daku. Ketiga bentuk itu adalah bentuk baku, tetapi mempunyai tempat pemakaian yang agak berbeda. Saya adalah bentuk yang formal dan umum dipakai dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Untuk tulisan formal pada buku nonfiksi dan ujaran seperti pidato, sambutan, dan ceramah bentuk saya banyak dipakai. Meskipun demikian, sebagian orang memakai pula bentuk kami dengan arti saya untuk situasi di atas. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terlalu menonjolkan diri.
Persona pertama aku lebih banyak dipakai dalam pembicaraan batin dan dalam situasi yang tidak formal serta lebih banyak menunjukan keakraban antara pembicara/penulis dan pendengar/pembaca. Oleh karena itu bentuk ini sering ditemukan dalam cerita, puisi, dan percakapan sehari-hari. Persona pertama daku umumnya dipakai dalam karya sastra. Pronomina persona aku mempunyai variasi bentuk, yakni –ku dan ku-.
Sementara itu, pronomina persona pertama yang menunjukkan lebih dari satu orang adalah kami dan kita. Kami bersifat inklusif. Artinya, pronomina itu mencangkup pembicara/penulis dan orang lain di pihaknya, tetapi tidak mencangkup orang lain di pihak pendengar/ pembaca. Contoh : Kami akan berangkat ke kampus hari ini. Pronomina persona kita bersifat inklusif artinya pronomina itu tidak saja mencangkupi pembicara/penulis, tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain. Contoh : Kita akan berangkat ke kampus hari ini.
b. Pronomina Persona Kedua
Pronomina persona kedua tunggal mempunyai beberapa wujud, yakni engkau, kamu, anda, dikau, kau- dan –mu. Persona kedua engkau, kamu, dan –mu dikapai oleh : (a) orang tua terhadap orang muda yang telah dikenal dengan baik dan lama, (b) orang yang status sosialnya lebih tinggi, (c) orang yang mempunyai hubungan akrab, tanpa memandang umur atau status sosial.
Persona kedua anda dimaksudkan untuk menetralkan hubungan, seperti halnya kata you dalam bahasa Inggris. Meskipun kata itu telah banyak dipakai, struktur serta nilai sosial budaya kita masih membatasi pemakaian pronomina itu. Pada saat ini pronomina anda dipakai : (a) dalam hubungan yang tak pribadi sehingga anda tidak diarahkan pada satu orang khusus, (b) dalam hubungan bersemuka, tetapi pembicara tidak ingin bersikap terlalu formal ataupun terlalu akrab.
Sementara itu, seperti halnya dengan daku, dikau juga dipakai dalam ragam bahasa tertentu, khususnya ragam sastra. Bahkan, dalam ragam sastra itu pun pronomina dikau tidak sering dipakai lagi.
Persona kedua mempunyai bentuk jamak, yaitu kalian dan persona kedua ditambah kata sekalian. Persona kedua memiliki variasi bentuk engkau dan kamu. Bentuk terikat itu masing-masing adalah kau- dan –mu.
c. Pronomina Persona Ketiga
Ada dua macam persona ketiga tunggal : (1) ia, dia, atau –nya dan (2) beliau. Meskipun ia dan dia dalam banyak hal berfungsi sama, ada kendala tertentu yang dimiliki oleh masing-masing. Dalam posisi sebagai subjek, atau di depan verba, ia dan dia sama-sama dapat dipakai. Akan tetapi, jika berfungsi sebagai objek, atau terletak di sebelah kanan dari yang diterangkan, hanya bentuk dia dan –nya yang dapat muncul. Demikian pula dalam kaitannya dengan preposisi, dia dan –nya dapat dipakai, tetapi ia tidak. (Periksa Dosyseta, 2010. http://www.doyseta.co.cc/2010/06/adverbia.html. Diakses pada hari Jumat, 17 Desember 2010 pada pukul 17. 25)
Kaidah pemakaiannya, antara lain:
1. Bentuk beliau menyatakan rasa hormat. Contoh : Saya rasa beliau akan menerima usulan ini.
2. Bentuk –nya dipakai untuk mengubah kategori suatu verba menjadi nomina. Contoh : Datangnya kapan?
3. Subjek dalam kalimat topik-komen. Contoh : Rumah kami atapnya bocor.
4. Sebagai penanda ketakrifan. Contoh : Kemarin Pak Ali membeli mobil. Bannya baru.
Ada lagi bentuk pronomina persona ketiga, yakni dalam jumlah jamak (lebih dari satu), yaitu mereka. Bentuk ini dipakai untuk: (a) yang bersifat insani. Contoh: Mereka akan membawa makanannya sendiri, (b) dalam cerita fiksi atau narasi lain, mereka kadang dipakai untuk mengacu pada binatang atau benda yang dianggap bernyawa. Contoh: Sejak dahulu kucing dan anjing selalu bermusuhan. Tiap kali bertemu, mereka selalu berkelahi. (Periksa Nugraha, 2008 dalam Doyseta, 2010. http://pbsi-morfologi.blogspot.com. Diakses pada hari Jumat, 17 Desember 2010 pada pukul 17. 25)


10. Konsep Distribusi
Distribusi adalah semua posisi yang diduduki oleh unsur bahasa. (Kridalaksana, 2001: 45). Menurut Sukri (3008: 38), distribusi dapat juga dijelaskan sebagai keberterimaan suatu bentuk dalam sebuah kalimat. Artinya, suatu bentuk akan berdistribusi pada kalimat tertentu, namun tidak pada kalimat lainnya. Sukri mencontohkan dengan 2 bentuk yang dibandingkan, yaitu bentuk kaki meja dengan kaki orang. Dalam 2 bentuk tersebut terdapat morfem kaki yang pengertiannya sama. Namun, memiliki distribusi yang berlainan. Hal ini dibuktikan dengan kalimat bengkak kaki orang itu, dan tidak ditemukan distribusi bengkak kaki meja itu.
Sementara itu, Muslich (2009: 18-19) memaparkan konsep distribusi sebagai kemampuan suatu bentuk melekat dengan bentuk lainnya. Muslich mencontohkan dengan bentuk balau. Bentuk balau dijelaskan hanya mampu berdistribusi dengan bentuk kacau. Sementara itu, bentuk kacau memiliki distribusi yang lebih luas karena mampu melekat dengan bentuk-bentuk lainnya selain bentuk balau, misalnya pengacau, sangat kacau, sedang kacau, dan masih banyak lagi. Muslich (2009: 26-29) juga mencontohkan dengan distribusi afiks tertentu. Misalnya afiks {ber-} yang mampu berdistribusi dengan bentuk sepeda dalam bersepeda dan satu dalam bentuk bersatu.
Distribusi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemungkinan posisi yang mampu dilekati oleh satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}. Baik dari segi letak pelekatannya dalam suatu bentuk maupun kategori kata dari bentuk yang dilekatinya.

11. Konsep Kelas Kata
Beralih kepada pembahasan mengenai kategori kata. Alwi, dkk (2003: 319) menyatakan bahwa kategori kata dibagi menjadi kategori verba (kata kerja), adjektiva (kata sifat), adverbia (kata keterangan), nomina (kata benda), preposisi (kata depan), dan konjungtor (kata hubung).
Sementara itu, Chaer (2006: 86) juga membagi kelas kata yang sama dengan Alwi. Namun, Chaer menambahkan lagi beberapa kelas kata, yaitu kata penunjuk, kata bilangan, kata penyangkal, kata tanya, dan kata sandang, dan beberapa kategori kata lainnya.
Pembagian kelas kata versi Chaer lebih lengkap dan lebih mewakili data-data penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan pembagian kelas kata berdasarkan versi Chaer.
Berikut penjelasan mengenai kategori atau kelas kata tersebut:
1) Verba (kata kerja): kata yang menyatakan tindakan (Ramlan, 1991 dalam Putrayasa, 2008: 76). Misalnya pergi, berjalan, dan menulis.
2) Adjektiva (kata sifat): kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat (Alwi dkk, 2003: 171). Misalnya indah, besar, dan jauh.
3) Adverbia (kata keterangan) : kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain (Alwi dkk, 2003: 197). Misalnya akan, sudah, masih, belum, mudah-mudahan, dan semua.
4) Nomina (kata benda): kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa, sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang dibendakan dalam alam di luar bahasa, ditandai oleh tidak dapat bergabungnya dengan kata tidak. (Kridalaksana, 2001: 145-146). Misalnya pemuda, perawatan, dan ayah.
5) Preposisi (kata depan) : kata yang menandai berbagai hubungan makna antara konstituen di depan preposisi tersebut dengan konstituen di belakangnya. (Alwi dkk, 2003: 288). Misalnya dengan, sampai, pada, atas, sejak, akan dan dalam.
6) Konjungtor (kata hubung): kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat. (Alwi dkk, 2003: 296). Misalnya tetapi, serta, atau, dan, apalagi, hanya, kalau, agar, karena dan kemudian.
7) Kata penunjuk: kata-kata yang digunakan untuk menunjuk benda (Chaer, 2006: 110). Misalnya ini dan itu.
8) Kata bilangan: kata-kata yang menyatakan jumlah, nomor, ureutan, atau himpunan (Chaer, 2006: 113). Misalnya seratus dan kedua. Termasuk juga kata bantu bilangan seperti orang, ekor, buah, dan kali.
9) Kata penyangkal: kata-kata yang digunakan untuk menyangkal atau mengingkari terjadinya suatu peristiwa atau adanya suatu hal (Chaer, 2006: 119). Misalnya tidak dan bukan.
10) Kata tanya: kata-kata yang digunakan sebagai pembantu di dalam kalimat yang menyatakan pertanyaan (Chaer, 2006: 182). Misalnya apa, mengapa, kapan, dan siapa.
11) Kata sandang: kata-kata yang berfungsi sebagai penentu, seperti si dan sang.

12. Tinjauan Sosiolinguistik
Ada banyak definisi yang menerangkan tentang sosiolinguistik. Kridalaksana (2008: 255), mengungkapkan bahwa sosiolingusitik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Chaer (2004: 4), menyimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.
Konferensi sosiolinguistik yang berlangsung di University of California, Los Angeles, tahun 1964 telah merumuskan adanya tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik, antara lain (1) identitas sosial penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, dan (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik. (Dittmar, 1976: 128 dalam Chaer, 2004: 5).
Chaer (2004: 5) menambahkan, identitas sosial dari penutur maupun lawan tutur, antara lain dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya. Identitas ini dapat mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur. Atau dengan kata lain mempengaruhi bentuk bahasa yang akan digunakan.
Chaer (2004: 39) menjelaskan lagi bahwa adanya tingkatan sosial di dalam masyarakat dapat dilihat dari 2 segi, yaitu dari segi kebangsawanan, kalau ada, dan dari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang dimiliki.
Dalam tinjauan sosiolinguistik, dikenal istilah sosiolek atau dialek sosial. Sosiolek merupakan variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. (Periksa Chaer, 2004: 64)
Di dalam masyarakat tutur yang masih mengenal tingkat-tingkat kebangsawanan, dapat pula dilihat variasi bahasa yang berkenaan dengan tingka-tingkat kebangsawanan tersebut. Misalnya dalam bahasa Melayu, dikenal istilah bahasa raja-raja. Untuk golongan raja, dipakai istilah beradu, bersiram, dan mangkat. Sementara untuk orang-orang biasa digunakan istilah tidur, mandi, dan mati. (Lihat Chaer, 2004: 65)
Begitu juga halnya dalam bahasa Sasak Dialek a-e. Dalam masyarakat Sasak masih kental sekali penggolongan tingkat sosial masyarakat berdasarkan tingkat kebangsawanannya. Hal ini turut mempengaruhi bentuk-bentuk bahasa yang digunakannya. Dalam penelitian ini, dibahas tinjauan sosiolingustik berdasarkan identitas sosial penutur. Lebih khususnya terkait dengan usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, serta tingkat kebangsawanan penutur dan lawan tutur.


















BAB III
METODE PENELITIAN

A. Populasi, Sampel, dan Informan
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini berkaitan dengan penutur bahasa di suatu wilayah. Menurut Mahsun (2007: 28), dalam hubungan dengan masalah penutur, populasi dimaknai sebagai keseluruhan individu yang menjadi anggota masyarakat tutur bahasa yang akan diteliti dan menjadi sasaran penarikan generalisasi tentang seluk-beluk bahasa tersebut.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat pengguna Dialek a-e di Pulau Lombok yang tersebar di Sekotong Barat, Sekotong Timur, Pelangan, Sintung, Pengenjek, Penujak, Gunung Malang, Labulia (Jonggat), Bagu, Karang Pule, Tanaq Beaq, Tanaq Awu, Rembitan, Kawo, Teruai, Pejanggik, Setanggor, Semoyang, Jerowaru, Selebung Ketangga, Mantang, Lendang Ara, Waja Geseng, dan beberapa wilayah di Lombok Timur. (Periksa Mahsun, 2006: 41)

2. Sampel
Sampel penelitian menurut Mahsun (2007: 29) adalah sebagian penutur atau wilayah pakai bahasa yang menjadi wakil dari keseluruhan objek penelitian. Adapun wilayah yang merupakan sampel dari penelitian ini adalah Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah. Kota atau Kecamatan Praya sendiri terdiri dari Lingkungan Ketejer, Balungadang, Tengari, Kampung Jawa, dan Kauman. Pemilihan sampel penelitian ini didasarkan pada pertimbangan kedekatan penulis secara geografis dengan wilayah-wilayah tersebut. Jadi, penulis lebih mudah melakukan verifikasi data dari masyarakat yang tinggal wilayah-wilayah tersebut, selain tentunya melakukan verifikasi berdasarkan intuisi pribadi penulis.

3. Informan
Terkait dengan verifikasi data yang dilakukan oleh peneliti, maka diperlukan adanya informan. Menurut Kridalaksana (2008: 93), informan adalah orang yang memberikan keterangan tentang data bahasa. Melalui informan ini peneliti akan meminta keterangan mengenai bentuk-bentuk yang akan dijadikan data dalam penelitiannya. Dalam penelitian ini akan dipilih 3 orang informan yang akan mewakili penutur bahasa Sasak Dialek a-e. Ketiga informan ini diambil dari penutur bahasa Sasak Dialek a-e yang tinggal di wilayah yang berada di Kota Praya. Mereka dipilih berdasarkan pertimbangan berikut:
a. berjenis kelamin pria atau wanita;
b. berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);
c. orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;
d. berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP);
e. berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;
f. dapat berbahasa Indonesia; dan
g. sehat jasmani dan rohani. (Periksa Mahsun, 2007: 141)

B. Metode Pengumpulan Data
Ada dua metode yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini, yaitu metode introspektif dan metode simak. Kedua metode ini akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode Introspektif
Metode pertama yang penulis gunakan dalam mengumpulkan data adalah metode introspeksi. Menurut Mahsun (2007: 104), metode introspektif, yaitu metode penyediaan (atau pengumpulan) data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya (bahasa ibunya) untuk menyediakan data yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya. Metode ini sangat relevan digunakan penulis karena penulis merupakan pengguna bahasa Sasak Dialek a-e serta lahir dan dibesarkan di wilayah pengguna dialek tersebut.
Ada teknik tertentu yang dapat digunakan untuk menghindari kecenderungan peneliti dalam membenarkan hipotesisnya. Teknik ini disebut dengan teknik kerjasama dengan informan. Menurut Edi (1992: 38), teknik ini merupakan teknik pengumpulan data-data kebahasaan yang diperoleh dari penutur asli dari bahasa yang diteliti. Teknik ini mirip dengan wawancara. Bedanya, teknik ini lebih bersifat eksperimental. Artinya, peneliti menyampaikan bentuk tertentu dari satuan lingual dan meminta informan untuk menanggapi bentuk-bentuk tersebut. Apakah bentuk-bentuk tersebut merupakan bentuk-bentuk yang wajar atau janggal.

2. Metode Simak
Metode berikutnya yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak. Bisa dikatakan bahwa metode ini adalah lanjutan dari teknik kerjasama dengan informan. Sesuai dengan namanya, metode simak merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa, baik penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis. (Periksa Mahsun, 2007: 92). Lebih khusus lagi penulis menggunakan metode simak dengan teknik simak libat cakap. Berdasarkan teknik ini, peneliti terlibat langsung dalam percakapan dengan masyarakat pengguna Dialek a-e sekaligus melakukan penyimakan terhadap bahasa yang digunakan penutur. Untuk membantu penerapan teknik simak ini, peneliti menerapkan teknik lanjutannya yang dikenal dengan istilah teknik catat. Jadi, ada 3 kegiatan yang sekaligus dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data, yakni berpartisipasi dalam pembicaraan, menyimak pembicaraan, dan mencatat hasil penyimakan tersebut.



B. Metode Analisis Data
Ada 2 cara utama yang dilakukan oleh penulis dalam menganalisis data-data yang telah dikumpulkna. Kedua cara/metode tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode Padan Intralingual
Metode Padan Intralingual (PI) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data-data kebahasaan dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Periksa Mahsun, 2007: 118). Unsur-unsur yang bersifat lingual misalnya bentuk-bentuk morfem, distribusi suatu bentuk, dan kategori kata. Menurut Mahsun, untuk menerapkan metode padan intralingual ini, ada 3 teknik dasar yang yang dapat kita gunakan, yakni Teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS), Hubung Banding Membedakan (HBB), dan Hubung Banding Menyamakan Hal Pokok (HBSP).
Dalam penelitian ini, metode padan intralingual akan digunakan untuk menganalisis distribusi pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam bahasa Sasak Dialek a-e. Untuk teknik HBB, peneliti akan menampilkan data-data pronomina persona secara sendiri-sendiri. Artinya, data-data untuk pronomina persona {-k} akan dikelompokkan dengan data pronomina persona {-k} juga dan dipisahkan dengan data-data dari pronomina persona {-m}, {-t}, dan {-n}. Setelah itu, diterapkan teknik HBS. Teknik ini digunakan untuk menentukan kategori kata yang sama yang dapat dilekati oleh pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}. Artinya, data-data pronomina persona {-k} akan disatukan dengan data pronomina persona {-m}, {-t}, dan {-n} berdasarkan kategori kata.
Selain itu, peneliti akan membandingkan, posisi mana saja dan kategori apa saja yang dapat ditempati oleh pronomina persona tertentu dan tidak dapat ditempati oleh pronomina persona yang lain (jika memang ada). Dan yang terakhir, peneliti akan melakukan HBSP dengan menganalisis distribusi yang sama antara keempat pronomina persona tersebut. Dengan demikian, akan diketahui, posisi mana saja dan kategori kata apa saja yang sama-sama dapat dilekati oleh pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}.

2. Metode Padan Ekstralingual
Metode Padan Ekstralingual (PE) adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis data-data kebahasaan dengan menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Periksa Mahsun, 2007: 120).
Dalam penelitian ini, metode padan ekstralingual akan digunakan untuk menganalisis penggunaan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam bahasa Sasak Dialek a-e berdasarkan tinjauan sosiolinguistik. Jika kita berbicara mengenai sosiolinguistik, berarti kita menganalisis bahasa dengan menghubungkannya dengan kondisi sosial penuturnya. Ini berarti kita sudah menghubungkan bahasa dengan unsur di luar bahasa tersebut. Oleh karena itu, peneliti memilih untuk menggunakan metode padan ekstralingual.
Dalam hal ini, peneliti akan menganalisis konstruksi kalimat yang mengandung konteks yang berbeda. Misalnya kalimat dengan konteks pembicaraan antara penutur berstatus sosial bangsawan dengan penutur dari kalangan biasa akan dibandingkan dengan konstruksi kalimat dengan situasi penutur yang sama-sama berstatus bangsawan. Tentunya secara khusus menganalisis keberadaan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam kedua kalimat tersebut.

C. Metode Penyajian Data
Hasil analisis data pada penelitian ini diuraikan dengan metode formal dan informal. Menurut Mahsun (2007: 123), metode informal yakni perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis. Sementara itu, metode formal adalah metode perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang.
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian kebahasaan, maka tentunya hasil analisis data akan ditampilkan secara deskriptif melalui kalimat-kalimat yang biasa digunakan dalam penelitian ilmiah lainnya. Selain itu juga menggunakan lambang-lambang bahasa. Lambang-lambang ini tidak terpisahkan dengan penelitian ini sebab dengan lambang-lambang inilah kita dapat membedakan karakter dan fungsi dari bentuk satuan lingual yang satu dengan satuan lingual lainnya. Misalnya lambang mana yang menunjukkan satuan morfemis dan lambang mana yang menunjukkan makna dari suatu bentuk.
Lambang-lambang bahasa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: tanda kurung kurawal ({}) menandakana bahwa bentuk yang diapitnya merupakan satuan morfemis (morfem). Tanda [V-V] merupakan lambang yang menunjukkan posisi antarvokal dalam satu bentuk. Tanda petik dua (‘…’) menunjukkan bahwa bentuk yang diapitnya merupakan makna dari suatu bentuk. Tanda strip (…–…) di dalam suatu bentuk menandakan pengucapakan yang memiliki jeda. Lambang e pepet (ə) menandakan bunyi vokal e tertutup. Lambang vokal e besar (E) menandakan bunyi vokal e terbuka. Lambang vokal o besar (O) menandakan vokal o terbuka. Lambng (ŋ) merupakan lambang bunyi nasal ‘ng’. Lambang (ñ) menandakan bunyi ‘ny’. Kata dan istilah yang dicetak miring menunjukkan bahwa kata dan sitilah tersebut merupakan kata dan istilah di luar bahasa Indonesia, yakni kata dan istilah dari bahasa asing atau kata dan istilah dari bahasa daerah.








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Distribusi berhubungan dengan posisi pelekatan satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} pada bentuk atau satuan tertentu dalam bahasa Sasak Dialek a-e. Selain itu, distribusi juga berkaitan dengan kategori kata yang mampu dilekati oleh keempat satuan morfemis tersebut. Untuk mengetahui distribusi satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}, perhatikan data-data berikut:
1. Data (1):
suruq-k ’menyuruhku’ ( bentuk dasar [BD] dengan verba [V] )
baraq-k ’memberitahuku’ ( bentuk dasar [BD] dengan verba [V] )
tEnaq-k ’mengajakku’ ( bentuk dasar [BD] dengan verba [V] )

2. Data (2):
bəcat-k ‘saya cepat’ ( bentuk dasar [BD] dengan adjektiva [Adj.] )
abOt-k ‘saya malas’ ( bentuk dasar [BD] dengan adjektiva [Adj.] )
Eŋəs-k ‘saya cantik’ ( bentuk dasar [BD] dengan adjektiva [Adj.] )

3. Data (3):
dUr-k ‘saya selalu’ ( bentuk dasar [BD] dengan adverbia [Adv.] )
kərəŋ-k ‘saya sering’ ( bentuk dasar [BD] dengan adverbia [Adv.] )
uwah-k ’saya sudah’ ( bentuk dasar [BD] dengan adverbia [Adv.] )

4. Data (4):
bale-k ‘rumah saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan nomina [N] )
inaq-k ‘ibu saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan nomina [N] )
səmətOn-k ‘saudara saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan nomina [N] )

5. Data (5):
kancə-k ‘saya dengan’ ( bentuk dasar [BD] dengan preposisi [Prep.] )
jaŋkə-k ‘sampai saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan preposisi [Prep.] )
eleq-k ‘sejak saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan preposisi [Prep.] )

6. Data (6):
lamUn-k = lamUk ‘kalau saya’ (bentuk dasar [BD] dengan Konjugtor [K] )
adeq-k = adek ‘agar saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan Konjugtor [K] )
sEŋaq-k ‘karena saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan Konjugtor [K] )

7. Data (7):
kali-k ’...kali saya...’ ( bentuk dasar [BD] dengan Numeralia [Num.] )
mEsaq-k ’saya sendiri’ ( bentuk dasar [BD] dengan Numeralia [Num.] )

8. Data (8):
ndeq-k = ndek ’saya tidak’ ( bentuk dasar [BD] dengan kata penyangkal )
9. Data (9):
kəmbeq-k ‘mengapa saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan kata tanya )
piran-k = pira-k ‘kapan saya’ ( bentuk dasar [BD] dengan kata tanya )
mbe-k ’ke mana/ di mana saya’ (bentuk dasar [BD] dengan kata tanya)

10. Data (10):
suruq-m ’menyuruhmu’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )
baraq-m ’memberitahumu’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )
tEnaq-m ’mengajakmu’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )

11. Data (11):
bəcat-m ‘kamu cepat’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )
abOt-m ‘kamu malas’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )
Eŋəs-m ‘kamu cantik’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )

12. Data (12):
dUr-m ‘kamu selalu’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )
kərəŋ-m ‘kamu sering’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )
uwah-m ’kamu sudah’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )

13. Data (13):
bale-m ‘rumah kamu’ ( bentuk dasar [BD] dengan N )
inaq-m ‘ibu kamu’ ( bentuk dasar [BD] dengan N )
səmətOn-m ‘saudara kamu’ ( bentuk dasar [BD] dengan N )

14. Data (14):
kancə-m ‘kamu dengan’ ( bentuk dasar [BD] dengan Prep. )
jaŋkə-m ‘sampai kamu’ ( bentuk dasar [BD] dengan Prep. )
eleq-m ‘sejak kamu’ ( bentuk dasar [BD] dengan Prep. )

15. Dara (15):
lamUn-m = lamUm ‘kalau kamu’ (bentuk dasar [BD] dengan K)
adeq-m = adem ‘agar kamu’ (bentuk dasar [BD] dengan K)
sEŋaq-m ‘karena kamu’ (bentuk dasar [BD] dengan K)

16. Data (16):
kali-m ’...kali kamu...’ ( bentuk dasar [BD] dengan Num. )
mEsaq-m ’kamu sendiri’ ( bentuk dasar [BD] dengan Num. )

17. Data (17):
ndeq-m = ndem ’kamu tidak’ (bentuk dasar [BD] dengan kata penyangkal )

18. Data (18):
kəmbeq-m ‘mengapa kamu’ ( bentuk dasar [BD] dengan kata tanya )
piran-m = piram ‘kapan kamu’ ( bentuk dasar [BD] dengan kata tanya )
mbe-m ’ke mana/di mana kamu’ (bentuk dasar [BD] dengan kata tanya)
19. Data (19):
suruq-n ’menyuruhnya’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )
baraq-n ’memberitahunya’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )
tEnaq-n ’mengajaknya’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )

20. Data (20):
bəcat-n ‘dia cepat’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )
abOt-n ‘dia malas’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )
Eŋəs-n ‘dia cantik’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )

21. Data (21):
dUr-n ‘dia selalu’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )
kərəŋ-n ‘dia sering’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )
uwah-n dia sudah’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )

22. Data (22):
bale-n ‘rumahnya’ ( bentuk dasar [BD] dengan N )
inaq-n ‘ibunya’ ( bentuk dasar [BD] dengan N )
səmətOn-ən ‘saudaranya’ (bentuk dasar [BD] dengan N )

23. Data (23):
kancə-n ‘dia dengan’ ( bentuk dasar [BD] dengan Prep. )
jaŋkə-n ‘sampai dia’ ( bentuk dasar [BD] dengan Prep. )
eleq-n ‘sejak dia’ ( bentuk dasar [BD] dengan Prep. )

24. Data (24):
lamUn-n = lamUn ‘kalau dia’ (bentuk dasar [BD] dengan K)
adeq-n = aden ‘agar dia’ (bentuk dasar [BD] dengan K)
sEŋaq-n ‘karena dia’ (bentuk dasar [BD] dengan K)

25. Data (25):
kali-n ’...kali dia...’ ( bentuk dasar [BD] dengan Num. )
mEsaq-n ’dia sendiri’ ( bentuk dasar [BD] dengan Num. )

26. Data (26):
ndeq-n = nden ’dia tidak’ ( bentuk dasar [BD] dengan kata penyangkal )

27. Data (27):
kəmbeq-n ‘mengapa dia’ ( bentuk dasar [BD] dengan kata tanya )
piran-n = pira-n ‘kapan dia’ ( bentuk dasar [BD] dengan kata tanya )
mbe-n ’ke mana/ di mana dia’ (bentuk dasar [BD] dengan kata tanya)

28. Data (28):
suruq-t ’menyuruh kita’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )
baraq-t ’memberitahu kita’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )
tEnaq-t ’mengajak kita’ ( bentuk dasar [BD] dengan V )
29. Data (29):
bəcat-t = bəcat ‘kita cepat’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )
abOt-t = abOt-ət ‘kita malas’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )
Eŋəs-t ‘kita cantik’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adj. )

30. Data (30):
dUr-t ‘kita selalu ’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )
kərəŋ-t ‘kita sering’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )
uwah-t ’kita sudah’ ( bentuk dasar [BD] dengan Adv. )

31. Data (31):
bale-t ‘rumah kita’ ( bentuk dasar [BD] dengan N )
inaq-t ‘ibu kita’ ( bentuk dasar [BD] dengan N )
səmətOn-t = səmətOn-ət ‘saudara kita’ ( bentuk dasar [BD] dengan N )

32. Data (32):
kancət-t = kancət ‘kita dengan’ (bentuk dasar [BD] dengan Prep. )
jaŋkə-t ‘sampai kita’ ( bentuk dasar [BD] dengan Prep. )
eleq-t ‘sejak kita’ ( bentuk dasar [BD] dengan Prep. )

33. Data (33):
lamUn-t = lamUt ‘kalau kita’ (bentuk dasar [BD] dengan K)
adeq-t = adet ‘agar kita’ (bentuk dasar [BD] dengan K)
sEŋaq-t ‘karena kita’ (bentuk dasar [BD] dengan K)

34. Data (34):
kali-t ’...kali kita...’ (bentuk dasar [BD] dengan Num. )
mEsaq-t ’kita sendiri’ (bentuk dasar [BD] dengan Num. )

35. Data (35):
ndeq-t = ndet ’kita tidak’ (bentuk dasar [BD] dengan kata penyangkal )

36. Data (36):
kəmbeq-t ‘mengapa kita’ (bentuk dasar [BD] dengan kata tanya )
piran-t = pira-t ‘kapan kita’ (bentuk dasar [BD] dengan kata tanya)
mbe-t ’ke mana/di mana kita’ (bentuk dasar [BD] dengan kata tanya)
Berdasarkan data-data (1) – (36), bentuk-bentuk tersebut dapat disatukan berdasarkan kategori kata. Untuk lebih jelasnya, perhatikan data-data berikut ini:
1. Data (a): kategori verba atau kata kerja
suruq-k (suruq + -k) ’menyuruh saya’
suruq-m (suruq + -m) ’menyuruh kamu’
suruq-t (suruq + -t) ’menyuruh kita’
suruq-n (suruq + -n)’menyuruhnya’
baraq-k (baraq + -k) ’memberitahu saya’
baraq-m (baraq + -m) ’memberitahu kamu’
baraq-t (baraq + -t) ’memberitahu kita’
baraq-n (baraq + -n) ’memberitahunya’
tEnaq-k (tEnaq + -k) ’mengajak saya’
tEnaq-m (tEnaq + -m) ’mengajak kamu’
tEnaq-t (tEnaq + -t) ’mengajak kita’
tEnaq-n (tEnaq + -n) ’mengajaknya’

2. Data (b): kategori adjektiva atau kata sifat
bəcat-k (bəcat + -k) ‘saya cepat’
bəcat-m (bəcat + -m) ‘kamu cepat’
bəcatət (bəcat + -t) ‘kita cepat’
bəcat-n (bəcat + -n) ‘dia cepat’
abOt-k (abOt + -k) ‘saya malas’
abOt-m (abOt + -m) ‘kamu malas’
abOt-ət (abOt + -t) ‘kita malas’
abOt-n (abOt + -n) ‘dia malas’
Eŋəs-k (Eŋəs + -k) ‘saya cantik’
Eŋəs-m (Eŋəs + -m) ‘kamu cantik’
Eŋəs-t (Eŋəs + -t) ‘kita cantik’
Eŋəs-n (Eŋəs + -n) ‘dia cantik’

3. Data (c): kategori adverbia atau kata keterangan
dUr-k (dUr-k + -k) ‘saya selalu’
dUrq-m (dUr + -m) ‘kamu selalu’
dUr-t (dUr + -t) ‘kita selalu’
dUr-n (lEmaq + -n) ‘dia selalu’
kərəŋ-k (kərəŋ + -k) ‘saya sering’
kərəŋ-m (kərəŋ + -m) ‘kamu sering’
kərəŋ-t (kərəŋ + -t) ‘kita sering’
kərəŋ-n (kərəŋ + -n) ‘dia sering’
uwah-k (uwah + -k) ’saya sudah’
uwah-m (uwah+ -m) ’kamu sudah’
uwah-t (uwah+ -t) ’kita sudah’
uwah-n (uwah+ -n) ’dia sudah’

4. Data (d): kategori nomina atau kata benda
bale-k (bale + -k) ‘rumahku’
bale-m (bale + -m) ‘rumahmu’
bale-t (bale + -t) ‘rumah kita’
bale-n (bale + -n) ‘rumahnya’
inaq-k (inaq + -k) ‘ibuku’
inaq-m (inaq + -m) ‘ibumu’
inaq-t (inaq + -t) ‘ibu kita’
inaq-n (inaq + -n) ‘ibunya’
səmətOn-k (səmətOn + -k) ‘saudaraku’
səmətOn-m (səmətOn + -m) ‘saudaramu’
səmətOn-ət (səmətOn + -t) ‘saudara kita’
səmətOn-ən (səmətOn + -n) ‘saudaranya’

5. Data (e): kategori kata depan atau preposisi
kancək (kancə + -k) ‘saya dengan’
kancəm (kancə + -m) ‘kamu dengan’
kancət (kancə + -t) ‘kita dengan’
kancən (kancə + -n) ‘dia dengan’
jaŋkə-k (jaŋkə + -k) ‘sampai saya’
jaŋkə-m (jaŋkə + -m) ‘sampai kamu’
jaŋkə-t (jaŋkə + -t) ‘sampai kita’
jaŋkə-n (jaŋkə + -n) ‘sampai dia’
eleq-k (eleq + -k) ‘sejak saya’
eleq-m (eleq + -m) ‘sejak kamu’
eleq-t (eleq + -t) ‘sejak kita’
eleq-n (eleq + -n) ‘sejak dia’

6. Data (f): kategori kata sambung atau konjungtor
lamUn-k = lamUk (lamUn + -k) ‘kalau saya’
lamUn-m = lamUm (lamUn + -m) ‘kalau kamu’
lamUn-t = lamUt (lamUn + -t) ‘kalau kita’
lamUn-n = lamUn (lamUn + -n) ‘kalau dia’
adeq-k = adek (adeq + -k) ‘agar saya’
adeq-m = adem (adeq + -m) ‘agar kamu’
adeq-t = adet (adeq + -t) ‘agar kita’
adeq-n = aden (adeq + -n) ‘agar dia’
sEŋaq-k (sEŋaq + -k) ‘karena saya’
sEŋaq-m (sEŋaq + -m) ‘karena kamu’
sEŋaq-t (sEŋaq + -t) ‘karena kita’
sEŋaq-n (sEŋaq + -n) ‘karena dia’

7. Data (g): kategori numeralia atau kata bilangan
kali-k (kali + -k) ’...kali saya...’
kali-m (kali + -m) ’...kali kamu...’
kali-t (kali + -t) ’...kali kita...’
kali-n (kali + -n) ’...kali dia...’
mEsaq-k (mEsaq + -k) ’saya sendiri
mEsaq-m (mEsaq + -m) ’kamu sendiri
mEsaq-t (mEsaq + -t)’kita sendiri
mEsaq-n (mEsaq + -n) ’dia sendiri’

8. Data (h): kategori kata penyangkal
ndeq-k = ndek (ndeq + -k) ’saya tidak’
ndeq-m = ndem (ndeq + -m) ’kamu tidak’
ndeq-t = ndet (ndeq + -t) ’kita tidak’
ndeq-n = nden (ndeq + -n) ’dia tidak’
9. Data (i): kategori kata tanya
kəmbeq-k (kəmbeq + -k) ‘mengapa saya’
kəmbeq-m (kəmbeq + -m) ‘mengapa kamu’
kəmbeq-t (kəmbeq + -t) ‘mengapa kita’
kəmbeq-n (kəmbeq + -n) ‘mengapa dia’
piran-k = pira-k (piran + -k) ‘kapan saya’
piran-m = pira-m (piran + -m) ‘kapan kamu’
piran-t = pira-t (piran + -t) ‘kapan kita’
piran-n = piran-ən (piran + -n) ‘kapan dia’
mbe-k (mbe + -k) ’ke mana/di mana saya’
mbe-m (mbe + -m) ’ke mana/di mana kamu’
mbe-t (mbe + -t) ’ke mana/di mana kita’
mbe-n (mbe + -n) ’ke mana/di mana dia’

B. Pembahasan
1. Distribusi Satuan Morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam Bahasa Sasak Dialek a-e
Berdasarkan data (1) – (36), satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} hanya mampu melekat di akhir atau belakang suatu bentuk. Ini berarti, dari segi letak pelekatan, satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} hanya mampu melekat di akhir suatu bentuk.
Perhatikan data (1), (10), (19), dan (28). Satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk yang sama. Bentuk-bentuk itu yakni suruq ‘suruh’, baraq beri tahu’, dan tEnaq ‘ajak’. Bentuk-bentuk tersebut berkategori verba atau kata kerja. Data-data tersebut disatukan pada data (a). Data (a) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata kerja. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
LamUm mele lalo, baraq-k entan.
LamUm mele lalo, V + {-k} entan.
‘Kalau kamu mau pergi, beri tahu saya.’

Wahk kən suruq-m oleq aruan.
Wahk kən V + {-m} oleq aruan.
‘Kan saya sudah menyuruhmu pulang lebih cepat.’

Girangn tEnaq-t pesiar jUk Pante Kutə.
Girangn V + {-t} pesiar jUk Pante Kutə.
‘Dia sering mengajak kita rekreasi ke Pantai Kuta.’

Dendeq tEnaq-n jUk balen papuq.
Dendeq V + {-n} jUk balen papuq.
‘Jangan mengajaknya ke rumah nenek/kakek.’


Perhatikan data (2), (11), (20), dan (29). Satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk bəcat ‘cepat’, abOt ‘malas’, dan Eŋəs ’cantik’. Ketiga bentuk ini berkategori adjektiva atau kata sifat. Data-data tersebut disatukan pada data (b). Data (b) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata sifat. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
Bəcat-k sentutuq pəgawean ni ndih?
Adj. + {-k} sentutuq pəgawean ni ndih?
‘Saya cepat menyelesaikan pekerjaan ini kan?’
KetEh abOt-m lamUm mele aru wisuda. ‘
KetEh Adj. + {-m} lamUm mele aru wisuda.
Buang malasmu kalau kamu mau cepat wisuda.’

Becatət aran ñampe’ finis.
Adj. + {-t} aran ñampe’ finis.
‘Ternyata kita cepat juga sampai finis.’

Engəsn doang anak Haji Ali no. ‘
Adj. + {-n} doang anak Haji Ali no.
Cantiknya saja (yang bagus) anak Haji Ali itu.’


Perhatikan data (3), (12), (21), dan (30). Pada data-data tersebut, satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk dUr ‘selalu’, kərəŋ ‘sering’, dan uwah ‘sudah’ yang berkategori adverbia atau kata keterangan. Data-data tersebut disatukan pada data (c). Data (c) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata keterangan. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
DUr-k təkətuanan siq kanak no.
Adv. + {-k} təkətuanan siq kanak no.
‘Saya selalu ditanyakan oleh anak itu.’

Kərəŋ-m kən daIt-n leq pəkən?
Adv. + {-k} kən daIt-n leq pəkən?
‘Kan Sering kamu bertemu dengannya di pasar.’

DUr-t təmpoh isiq Pak Guru pas sUgUl məŋkədEk.
Adv. + {-t} təmpoh isiq Pak Guru pas sUgUl məŋkədEk.
‘Kita selalu dipanggil oleh Pak Guru pada jam istirahat.’

Kərəŋ-n liwat niki.
Adv. + {-n} liwat niki.
‘Dia sering lewat sini.’


Perhatikan data (4), (13), (22), dan (31). Satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk bale ‘rumah’, inaq ibu’, dan səmətOn ‘saudara’ yang berkategori nomina atau kata benda. Data-data tersebut disatukan pada data (d). Data (d) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata benda. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
Leq bale-k taokn pade məntəlah.
Leq N + {-k} taokn pade məntəlah.
‘Di rumah saya mereka mampir.’

Mbe lain inaq-m?
Mbe lain N + {-m}?
‘Ke mana pergi nya ibumu?’

Pəjuluq səmətOn-ət entan dəŋan.
Pəjuluq N + {-t} entan dəŋan.
‘Dahulukan saudara kita, begitu caranya.’

Mbe taOk-m oloq kelambi-n?
Mbe taOk-m oloq N + {-n}?
‘Di mana kamu meletakkan bajunya?’

Perhatikan data (5), (14), (23), dan (32). Satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk-bentuk yang berkategori preposisi atau kata depan, yaitu kancə ‘dengan’, jaŋkə ‘sampai’, dan eleq ‘sejak’. Data-data tersebut disatukan pada data (e). Data (e) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata depan. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
Kakaq-k bae kancə-k datəŋ.
Kakaq-k bae Prep. + {-k} datəŋ.
‘Saya (datang) dengan kakak saja.’

Ndeq-k iniq tEdəm eleq-m haq cəritaq-ak dəŋan belanturan no.
Ndeq-k iniq tEdəm Prep. + {-m} haq cəritaq-ak dəŋan belanturan no.
‘Saya tidak bisa tidur sejak kamu menceritakan saya tentang orang yang tabrakan itu.’

Pasti-n bejagə jaŋkə-t Uleq.
Pasti-n bejagə Prep. + {-t} Uleq
‘Dia pasti berjaga sampai kita pulang?’

Bəgadaŋ-n gaweq skripsi jaŋkə-n ləsoq .
Bəgadaŋ-n gaweq skripsi Prep. + {-n} ləsoq.
‘Dia begadang mengerjakan skripsi sampai dia kelelahan’

Perhatikan data berikutnya, yakni data (6), (15), (24), dan (33). Pada data-data tersebut, satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk-bentuk yang berkategori konjungtor atau kata sambung, seperti lamUn ‘kalau’, adeq ‘agar’, dan sEŋaq ’karena’. Data-data tersbut diasatukan pada data (f). Data (f) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata sambung. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
Atoŋan ninik-m kEpEŋ ni lamUn-m wah oleq sekolah.
Atoŋan ninik-m kEpEŋ ni K + {-m} wah oleq sekolah.
’Antarkan kakek/nenekmu uang ini kalau kamu sudah pulang sekolah.’

Perhatikan data (7), (16), (25), dan (34). Pada data-data tersebut, satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk-bentuk yang berkategori numeralia atau kata bilangan, seperti kali ‘kali’ dan mEsaq ‘sendiri’. Data-data tersebut disatukan pada data (g). Data (g) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata bilangan. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
Wah telu kali-k sambaŋ-n, laguk ndaraq daIt-k.
Wah telu Num. + {-k} sambaŋ-n, laguk ndaraq daIt-k.
‘Sudah tiga kali saya mengeceknya, tapi saya tidak bertemu.’

Mesaq-m wah milu pertandingan.
Num. + {-m} wah milu pertandingan.
‘Kamu sendiri sajalah yang ikut pertandingan.’

Pirə kali-t wah ñObaq laguq nden iniq berhasil.
Pirə Num. + {-t} wah ñObaq laguq nden iniq berhasil.
‘Sudah berapa kali kita mencoba tapi tidak juga berhasil.’

Adeq-n bae mesaq-n oleq.
Adeq-n bae Num. + {-n} oleq.
‘Biarkan saja dia (pulang) sendiri.’

Perhatikan data (8), (17), (26), dan (35). Pada data-data tersebut, satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk yang berkategori kata penyangkal, yaitu ndeq. Data-data tersebut disatukan pada data (h). Data (h) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata penyangkal. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
Ndeq-k tao səmbih kandoq ni mEsaq-k.
KP + {-k} tao səmbih kandoq ni mEsaq-k.
‘Saya tidak bisa menghabiskan lauk ini sendirian.’

‘Ndeq-m tao adIl lasIŋ jari səmamə.’
‘KP + {-m} tao adIl lasIŋ jari səmamə.’
‘Kamu tidak bisa adil jadi suami.’

Itə jaq ndeq-t təsaduq təgəl kEpEŋ.
Itə jaq KP + {-t} təsaduq təgəl kEpEŋ.
‘Kita tidak dipercaya memegang uang.’

Kembeq ampUn ndeq-n iniq bədoe anak?
Kembeq ampUn KP + {-n} iniq bədoe anak?
‘Mengapa dia tidak bisa memiliki anak?’

Perhatikan data (9), (18), (27), dan (36). Pada data-data tersebut, satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat pada bentuk-bentuk yang berkategori kata tanya, seperti kəmbeq ’mengapa’, piran ’kapan’, dan mbe ’ke mana/di mana’. Data-data tersebut disatukan pada data (i). Data (i) menunjukkan bahwa pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} melekat di belakang bentuk yang memiliki kategori kata tanya. Pelekatan keempat pronomina persona ini terjadi secara konstan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
Kəmbeq-k mele sili dOaŋ jəlo ni ah?
KT + {-k} mele sili dOaŋ jəlo ni ah?
‘Mengapa saya ingin marah saja hari ini?’

Piran-m datəŋ?
KT + {-m} datəŋ?
‘Kapan kamu datang?’

Mbe-t laiq boyaq-an inaq telOq masak?
KT + {-t} laiq boyaq-an inaq telOq masak?
‘Ke mana kita akan mencarikan telur matang untuk ibu?’

Kəmbeq-n kəkUrUs jarIn?
KT + {-n} kəkUrUs jarIn?
‘Mengapa dia menjadi kurus?’

Dari uraian tersebut, kita dapat mengklasifikasikan distribusi pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} berdasarkan kategori bentuk yang dilekatinya, yakni kategori verba, adjektiva, adverbia, nomina, preposisi, konjungtor, numeralia, kata penyangkal, dan kata tanya. Kategori preposisi dan konjungtor dapat disatukan menjadi satu kategori, yakni kategori kata tugas. Sedangkan kata penyangkal tidak termasuk ke dalam kelas kata keterangan (adverbia). Dengan demikian, ada 7 kategori kata yang dapat dilekati oleh satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel di bawah ini!
Tabel 1. Distribusi Satuan Morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam Bahasa Sasak Dialek a-e

No.
Distribusi Satuan Morfemis
{-k} {-m} {-t} {-n}
1. Verba suruq-k suruq-m suruq-t suruq-n
baraq-k baraq-m baraq-t baraq-n
tEnaq-k tEnaq-m tEnaq-t tEnaq-n
2. Adjektiva bəcat-k bəcat-m bəcat-ət bəcat-n
abOt-k abOt-m abOt-ət abOt-n
Eŋəs-k Eŋəs-m Eŋəs-t Eŋəs-n
3. Adverbia dUr-k dUr-m dUr-t dUr-n
kərəŋ-k kərəŋ-m kərəŋ-t kərəŋ-n
uwah-k uwah-m uwah-t uwah-n
ndeq-k ndem ndet nden
4. Nomina bale-k bale-m bale-t bale-n
inaq-k inaq-m inaq-t inaq-n
səmətOn-k səmətOn-m səmətOn-ət səmətOn-ən
5. Numeralia kali-k kali-m kali-t kali-n
mEsaq-k mEsaq-m mEsaq-t mEsaq-n
6. Kata Tanya kəmbeq-k kəmbeq-m kəmbeq-t kəmbeq-n
piran-k piran-m piran-t piran-n
mbe-k mbe-m mbe-t mbe-n
7. Kata Tugas kancə-k kancə-m kancə-t kancə-n
jaŋkə-k jaŋkə-m jaŋkə-t jaŋkə-n
eleq-k eleq-m eleq-t eleq-n
lamUk lamUm lamUt lamUn
adek adem adet Aden
sEŋaq-k sEŋaq-m sEŋaq-t sEŋaq-n

Tabel di atas menunjukkan bahwa satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} memiliki distribusi yang sama, yakni pada kategori verba, adjektiva, adverbia, nomina, numeralia, kata tanya, dan kata tugas.

2. Penggunaan Satuan Morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} Berdasarkan Tinjauan Sosiolingustik
Berbicara mengenai sosiolinguistik, berarti kita akan menghubungkan bentuk-bentuk bahasa dengan masyarakat penutur bahasa tersebut. Masyarakat sasak merupakan masyarakat yang masih kental dengan kelas-kelas sosialnya. Dalam masyarakat sasak ini masih dikenal tingkat-tingkat masyarakat berdasarkan kebangsawanannya. Hal ini turut mempengaruhi bentuk-bentuk bahasa yang digunakannya. Selain tentunya dipengaruhi juga oleh tingkatan ekonomi, pendidikan, jenis kelamin, dan usia penutur.
Bentuk bahasa yang turut dipengaruhi akibat adanya tingkatan sosial kemasyarakatan ini adalah pronomina persona dalam bahasa Sasak, khususnya bahasa Sasak Dialek a-e. Dalam bahasa Sasak Dialek a-e, terdapat pronomina persona dalam bentuk utuh/bebas dan dalam bentuk tidak utuh/terikat. Bentuk utuh dari pronomina persona dalam bahasa Sasak ialah aku ’aku/saya’, kamu ’kamu’, nie ’dia’, ite ’kita’, dan nie pade ’mereka’. Bentuk aku dan kamu memiliki ragam halus, yakni tiang dan pelinggih. Bentuk-bentuk pronomina persona dalam bentuk utuh inilah yang akan mengalami perubahan bentuk tergantung kepada tingkatan sosial penutur.
Namun, hal ini tidak akan dijelaskan secara rinci dalam penelitian ini. Hal yang akan dijelaskan adalah mengenai bentuk-bentuk tidak utuh dari pronomina persona dalam bahasa Sasak Dialek a-e. Bentuk-bentuk tidak utuh atau terikat itu ialah {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}. Disebut tidak utuh karena masing-masing pronomina ini merupakan bentuk realisasi atau bisa juga dikatakan hasil pemendekan dari bentuk aku ’aku/saya’, kamu ’kamu’, nie ’dia’, dan ite ’kita’. Disebut juga terikat karena keempat pronomina persona ini tidak bisa berdiri sendiri. Hanya akan memiliki makna jika melekat pada bentuk lainnya.
Keempat satuan morfemis yang bertindak sebagai pronomina persona ini tidak akan mengalami perubahan bagaimanapun kondisi sosial penuturnya. Artinya, bentuknya akan bertahan meskipun penuturnya diganti, misalnya dari penutur berstatus bangsawan menjadi penutur berstatus nonbangsawan. Berbeda halnya dengan pronomina persona dalam bentuk utuh. Misalnya dalam situasi berikut ini: penutur A adalah golongan masyarakat kelas ekonomi rendah dan bukanlah seorang bangsawan. Penutur A berbicara dengan penutur B yang berasal dari masyarakat golongan ekonomi menengah dan bergelar bangsawan. Maka penutur A akan mengucapkan: Pelinggihm epeq kEpEng niki? ‘Andakah pemilik uang ini?’. Jika situasinya berubah, misalnya penutur B diganti dengan penutur C yang berasal dari masyarakat golongan rendah dan tidak memiliki gelar kebangsawanan atau dengan kata lain penutur C setara secara sosial dengan penutur A, maka bahasa yang digunakan juga akan berubah. Perhatikan perubahan pronomina persona yang digunakan oleh penutur A: Kamu epeq kEpEng ni? ‘Kamukah pemilih uang ini?’. Ada perubahan pronomina persona yang digunakan, yakni pelinggih menjadi kamu.
Lalu bagaimanakah jika kita membahas mengenai penggunaan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} ditinjau dari segi sosiolinguistik. Terutama dalam konteks kalimat. Untuk lebih jelasnya, akan disajikan kalimat-kalimat yang kondisi penuturnya berbeda. Penutur ini akan dibedakan lagi dari segi usia, tingkatan ekonomi dan pendidikan, serta tingkat kebangsawanan.
a) Usia
1) Pronomina Persona {-k}
Gambaran peristiwa tutur: penutur A berusia lebih muda dari penutur B
Penutur A ke B : Pira-m yaq rauh jUk bale-k1? ..... kalimat (1) / K (1)
’Kapan Anda akan datang ke rumah saya?’ ..... K (2)
Penutur B ke A : Pira-m yak datəŋ jUk bale-k2? ..... K (3)
’Kapan kamu akan datang ke rumah saya?’ .... K (4)

Analisis : Perhatikan penggunaan pronomina persona {-k} pada balek1 ’rumahku’ dan balek2. Tidak mengalami perubahan meskipun tingkatan sosial lawan tutur berubah. Bagian dari konstruksi kalimat yang berubah adalah kategori verba, yakni dari rauh ’datang’ berubah menjadi datəŋ ’datang’. Bandingkan dengan kalimat di bawah ini:
Penutur A ke B : Ngkah baIt kEpEŋ-k nikə! ..... K (5)
’Jangan ambil uang saya itu!’

Penutur B ke A : Ngkah baIt kEpEŋ-k tiə! ..... K (6)
’Jangan ambil uangku itu!’

Analisis : Pronomina persona {-k}dalam kedua konstruksi kalimat tersebut tidak mengalami perubahan. Yang berubah adalah kategori penunjuknya. Yakni dari nikə ’itu’ berubah menjadi tiə ’itu’. Bentuk nikə ’itu’ digunakan jika lawan tutur berusia lebih tua dari penutur. Bentuk nikə ’itu’ berubah menjadi tiə ’itu’ jika lawan tutur berusia lebih muda dari penutur.
Bandingkan lagi dengan kalimat di bawah ini!
Penutur A ke B : SampUn-k berOas baruq. ..... K (7)
’Saya sudah cuci piring tadi.’

Penutur B ke A : Uwah-k berOas baruq. ..... K (8)
’Saya sudah cuci piring tadi.’

Analisis : Pronomina persona {-k} dalam kedua konstruksi kalimat tersebut tidak mengalami perubahan. Yang berubah adalah bentuk yang dilekatinya. Bentuk sampUn ’sudah’ merupakan ragam halus dari uwah ’sudah’. Bentuk sampUn ’sudah’ dipakai jika lawan tutur berusia lebih tua dari penutur. Bentuk ini berubah menjadi uwah ’sudah’ ketika lawan tutur berusia lebih muda dari penutur.
Berikut ini adalah peristiwa tutur yang berbeda dengan peristiwa tutur di atas. Gambaran peristiwa tutur: penutur A berusia relatif sama/sertara dengan penutur C
Penutur A ke C : Kəmbek-m ndeq tenaq-k jUk mall uik? ..... K (9)
’Mengapa kamu tidak mengajak saya ke mall kemarin?’

Penutur C ke A : Kəmbek-m ndeq tenaq-k jUk mall uik? ...... K (10)
’Mengapa kamu tidak mengajak saya ke mall kemarin?’

Analisis : Pronomina persona {-k} dalam kedua konstruksi kalimat tersebut tidak mengalami perubahan. Begitu juga dengan bentuk dan kategori yang lain. Tidak ada yang mengalami perubahan, baik ketika penutur A yang berbicara kepada penutur C, maupun ketika penutur C yang berbicara kepada penutur A. Bandingkan dengan kalimat berikut:
Penutur A ke C: Uwah-k bərOas baruq. ..... K (11)
’Saya sudah cuci piring tadi.’
BaIt-ak sabUn tiə səkali. ..... K (12)
’ Tolong ambilkan saya sabun itu.’

Penutur C ke A: Uwah-k bərOas baruq. ..... K (13)
’Saya sudah cuci piring tadi.’
BaIt-ak sabUn tiə səkali. ..... K (14)
’Tolong ambilkan saya sabun itu.’

Analisis : Pronomina persona {-k} pada keempat konstruksi kalimat di atas tidak mengalami perubahan. Begitupun dengan bentuk dan kategori kata yang lain. Tidak ada yang mengalami perubahan. Sebab, usia kedua penutur setara.

2) Pronomina Persona {-m}
Gambaran peristiwa tutur: penutur A berusia lebih muda dari penutur B
Penutur A ke B : Kəmbeq-m1 aru lalok mantUk? ..... K (15)
’Mengapa Anda pulang cepat sekali?’
Piran eleq-m məliŋgih niki? ..... K (16)
’Sejak kapan Anda duduk di sini?’

Penutur B ke A : Kembeq-m2 aru laloq oleq? ..... K (17)
’Mengapa kamu pulang cepat sekali?’
Piran eleq-m tUkUl ti? ..... K (18)
’Sejak kapan kamu duduk di sini?’

Analisis : Pronomina persona {-m} pada kəmbeq-m1 ’mengapa Anda’ dan kəmbeq-m2 ’mengapa kamu’ tidak mengalami perubahan meskipun tingkatan sosial lawan tutur berubah. Bagian dari konstruksi kalimat yang berubah adalah kategori verba, yakni dari mantUk ’pulang’ berubah menjadi oleq ’pulang’ serta dari məliŋgih ’duduk’ berubah menjadi tUkUl ’duduk’. Bagian yang juga mengalami perubahan adalah kategori penunjuk niki ’di sini’ berubah menjadi tiə ’di sini’. Bandingkan dengan kalimat di bawah ini:
Penutur A ke B : Araq pirə sanakan-m, Pak? ..... K (19)
’Berapa jumlah saudara Anda, Pak?’

Penutur B ke A : Araq pirə səmətOn-m, Pak? ..... K (20)
’Berapa jumlah saudaramu, Pak?’

Analisis : Pronomina persona {-m} pada sanakan-m ’saudara Anda’ tidak berubah pada bentuk səməton-m ’saudara kamu’. Yang berubah hanyalah bentuk dari kategori verba yang dilekatinya. Yakni dari sanakan ’saudara’ menjadi səməton ’saudara’. Hal ini dipengaruhi perubahan lawan tutur, semula lawan tutur berusia lebih muda berubah menjadi lawan tutur yang berusia lebih tua.
Peristiwa tutur berubah. Kali ini penutur A berbicara dengan penutur C yang usianya setara. Perhatikan kalimat di bawah ini:
Penutur A ke C : Piran eleq-m tUkUl leq ti? ..... K (21)
’Sejak kapan kamu duduk di sini?’
LamUm mele pIntər jaq berajah. ..... K (22)
’Kalau kamu mau pintar, belajarlah.’

Penutur C ke A : Piran eleq-m tUkUl leq ti? ..... K (23)
’Sejak kapan kamu duduk di sini?’
LamUm mele pIntər jaq berajah. ..... K (24)
’Kalau kamu mau pintar, belajarlah.’

Analisis : Pronomina persona {-m} pada eleq-m dan lamUm tidak mengalami perubahan walaupun lawan tuturnya diganti. Hal ini terjadi karena kedua penutur memiliki umur yang setara.
3) Pronomina Persona {-t}
Gambaran peristiwa tutur: penutur A berusia lebih muda dari penutur B.
Penutur A ke B : Təsuruq-t pindah jUk sekolah saq solahan siq inaq. ..K (25)
’Kita disuruh pindah ke sekolah yang lebih bagus oleh ibu.’

Penutur B ke A : Təsuruq-t pindah jUk sekolah saq solahan siq inaq... K (26)
’Kita disuruh pindah ke sekolah yang lebih bagus oleh ibu.’

Bandingkan dengan kalimat berikut ini:
Penutur A ke B : Naq, mbe-t laiq boyaq-an kakak səragəm? ..... K (27)
’Bu, ke mana kita akan mencari seragam untuk kakak?’


Penutur B ke A : Anak, mbe-t laiq boyaq-an kakak-m səragəm? ..... K (28)
’Nak, ke mana kita akan pergi mencari seragam untuk kakakmu?’

Perhatikan juga kalimat di bawah ini:
Penutur A ke B: Bli, yat (yaq-t) payu madeq leq gədEŋ niniq? ..... K (29)
’Kak (laki-laki), apakah kita jadi menginap di rumah nenek?’

Penutur B ke A: Dik, yat (yaq-t) payu madek leq gədEŋ niniq? ..... K (30)
’Kak (laki-laki), apakah kita jadi menginap di rumah nenek?’

Analisis : Pronomina persona {-t} dalam kalimat-kalimat tersebut juga tetap mempertahankan bentuknya meskipun lawan tuturnya diganti. Begitu juga dengan bentuk-bentuk lainnya dalam kalimat tersebut. Dengan kata lain, kalimat yang di dalamnya terdapat pronomina persona {-t} tetap mempertahankan konstruksinya secara utuh meskipun peristiwa tuturnya berbeda. Bentuk madeq ’menginap’ pada contoh terakhir memiliki bentuk yang lebih halus, yakni mərəpan ’menginap’. Seharusnya jika berbicara dengan lawan tutur yang lebih tua, penutur mengucapkan mərəpan, bukan madeq. Namun, hal ini terjadi jika pronomina persona yang digunakan adalah {-m}. Contohnya: Kak, yam payu mərəpan leq gədEŋ ninik? ’Kak, apakah kakak jadi menginap di rumah nenek?’ Konstruksi kalimat juga akan tetap dipertahankan secara utuh apabila penutur berbicara dengan penutur C atau penutur lainnya yang memiliki kesetaraan usia dengannya.
4) Pronomina Persona {-n}
Khusus untuk pronomina persona {-n}, karena pronomina persona ini merupakan pengganti orang ke tiga, maka konteks yang akan mempengaruhinya adalah status sosial khususnya usia dari orang yang dibicarakan (orang ke tiga) juga, bukan hanya lawan tutur.
Gambaran peristiwa tutur: penutur A berusia lebih muda dari penutur B dan penutur C. Penutur B memiliki umur yang sama dengan penutur C. Penutur C sebagai orang yang dibicarakan, kemudian secara bergantian situasinya berubah, penutur A sebagai orang yang dibicarakan.
Penutur A ke B : Bli, payu-t yaq lalo jUk gədEŋ Mbok Isah? ..... K (31)
’Kak (laki-laki), apakah kita jadi pergi ke rumah Kak (perempuan) Isah?’

Penutur C ke B : Mar, payut yaq lalo jUk bale-n Arni? ..... K (32)
’Mar, apakah kita jadi pergi ke rumah Arni?’

Analisis : Pronomina persona {-n} tidak mengalami perubahan. Bentuk yang berubah adalah bentuk yang dilekatinya, yakni bentuk gədEŋ ’rumah’ menjadi bale ’rumah’. Bentuk ini berubah karena status orang yang dibicarakan diganti. Penutur C usianya lebih tua dari penutur A. Oleh karena itu, A menggunakan ragam halus ketika membicarakan penutur C. Namun, kedua penutur menggunakan pronomina persona yang sama, yakni {-n}.
Perhatikan lagi kalimat di bawah ini (masih dalam peristiwa tutur yang sama):
Penutur A ke B : Kəmbeq-n ndeq kayUn duren? ..... K (33)
Penutur B ke C : Kəmbeq-n ndeq kaŋgoq duren? ..... K (34)
Analisis : Pronomina persona {-n} tetap tidak berubah meskipun peristiwa tutur berubah. Bentuk yang menunjukkan terjadinya perubahan bentuk akibat masalah sosiolinguistik adalah perubahan kayUn ’suka’ menjadi kaŋgoq ’suka’. Sementara itu, untuk persitiwa tutur yang melibatkan penutur yang usianya setara, baik penutur yang berbicara, lawan tuturnya, maupun orang yang dibicarakan, konstruksi kalimatnya tetap sama.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dibandingkan penggunaan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} dalam beberapa situasi yang berbeda. Mulai dari situasi penutur lebih muda berbicara kepada lawan tutur yang lebih tua, situasi penutur yang lebih tua berbicara dengan lawan tutur yang lebih muda, serta situasi penutur dan lawan tutur yang memiliki usia yang setara. Dari ketiga situasi tutur yang berbeda tersebut, ternyata bentuk pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} tidak mengalami perubahan. Yang mengalami perubahan adalah bentuk yang dilekatinya atau bentuk-bentuk lain dalam konstruksi kalimat yang sama. Misalnya bentuk dari kategori penunjuk atau kategori verba dalam kalimat tersebut.

b) Ekonomi dan Pendidikan
Kondisi ekonomi dan latar pendidikan penutur juga turut mempengaruhi penggunaan pronomina persona dalam bahasa Sasak Dialek a-e. Kedua hal ini sengaja disatukan. Sebab, biasanya keadaan ekonomi berbanding lurus dengan tingkat pendidikan masyarakat. Penggunaan konstruksi kalimat yang digunakan oleh seorang penutur bahasa Sasak Dialek a-e yang memiliki tingkat perekonomian dan pendidikan yang rendah akan berbeda ketika berbicara dengan penutur yang tingkatannya lebih tinggi dan penutur yang tingkatannya setara dengannya. Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Pronomina Persona {-k}
Disajikan kondisi penutur A memiliki tingkat pendidikan dan perekonomian yang tinggi dan penutur B memiliki kondisi yang sebaliknya.
Penutur A ke B : Lemaq-k wah tulak jUk ti malIk ..... K (35)
’Besok saja saya kembali lagi ke sini.’

Penutur B ke A : Lemaq-k wah tulak jUk niki malIk ..... K (36)
’Besok saja saya kembali lagi ke sini.’

Kemudian dihadirkan penutur C yang memiliki tingkatan ekonomi dan pendidikan yang sama dengan penutur A.
Penutur A ke C : Lemaq-k wah tulak jUk ti malIk ..... K (37)
’Besok saja saya kembali lagi ke sini.’

Penutur C ke A : Lemaq-k wah tulak jUk ti malIk ..... K (38)
’Besok saja saya kembali lagi ke sini.’

Analisis : Pada K (35) dan K (36) di atas, pronomina persona {-k} tidak mengalami perubahan bentuk. Bentuk yang berubah adalah ti ’ke sini’ menjadi niki ’ke sini’. Hal ini dikarenakan tingkat ekonomi dan pendidikan lawan tutur berganti. Karena lawan tutur memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari penutur, maka digunakan bentuk halus dari ti, yaitu niki. Sedangkan pada K (37) dan K (38), konstruksi kalimat tetap dipertahankan secara utuh meskipun lawan tutur diganti. Sebab, kondisi sosial penutur dengan lawan tuturnya setara.

2) Pronomina Persona {-m}
Berikut ini peristiwa tutur antara penutur A dan C yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dengan penutur B. Sementara itu, penutur A dan C memiliki tingkatan yang setara.
Penutur A ke B : Jam pirə-m oleq leq kantor uik? ..... K (39)
’Jam berapa kamu pulang dari kantor kemarin?’

Penutur B ke A : Jam pirə-m mantUk leq kantor uik? ..... K (40)
’Jam berapa Anda pulang dari kantor kemarin?’

Penutur A ke C : Jam pirə-m oleq leq kantor uik? ..... K (41)
’Jam berapa kamu pulang dari kantor kemarin?’

Penutur C ke A : Jam pirə-m oleq leq kantor uik? ..... K (42)
’Jam berapa kamu pulang dari kantor kemarin?’

Analisis : Berdasarkan K (39) dan K (40), dapat dilihat terjadinya perbedaan bentuk yang digunakan untuk kategori verba. Bentuk tersebut yakni oleq ’pulang’ dan mantUk ’pulang’. Kedua bentuk ini memiliki makna yang sama, namun dibedakan pada kondisi yang berbeda. Bentuk oleq digunakan ketika penutur A berbicara kepada penutur B. Bentuk oleq ini memiliki ragam halus, yakni mantUk, digunakan ketika lawan tutur memiliki tingkatan yang lebih tinggi dalam hal ekonomi dan pendidikan. Sementara itu, tidak terjadi perubahan bentuk apapun jika penutur memiliki tingkatan yang setara dengan lawan tuturnya.
Perhatikan kalimat berikut ini (dengan peristiwa tutur yang sama):
Penutur A ke B : Nani-m bae konsultasi jUk dOsen. ..... K (43)
’Sekarang saja kamu konsultasi ke dosen.’

Penutur B ke A : MaŋkIn-m bae konsultasi jUk dOsen. ..... K (44)
’Sekarang saja kamu konsultasi ke dosen.’
Analisis : Pronomina persona pada K (43) dan K (44) melekat pada bentuk yang berlainan. Ini disebabkan karena kondisi lawan tutur yang berbeda. Penutur A memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dari penutur B. Oleh karena itu, penutur B menggunakan bentuk maŋkIn ’sekarang’ yang merupakan ragam halus dari nani ’sekarang’.
3) Pronomina Persona {-t}
Berikut ini peristiwa tutur antara penutur A yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dengan penutur B. Ditambahkan lagi dengan kehadiran C yang memiliki tingkatan yang setara dengan penutur A.
Penutur A ke B: Aruat (aruanə-t) nyampeq ti timbang dəŋan-dəŋan no. ..... K (45)
’Kita lebih cepat sampai di sini dibandingkan orang-orang itu.’

Penutur B ke A : Aruat nyampeq niki timbang dəŋan-dəŋan nike. ..... K (46)
’Kita lebih cepat sampai di sini dibandingkan orang-orang itu.’

Bandingkan contoh tersebut dengan kalimat di bawah ini:
Penutur A ke B : Nani-t bae lampaq jUk gədEŋ pak kepalə. ..... K (47)
Penutur B ke A : MangkIn-t bae lampaq jUk gədEŋ pak kepalə. ..... K (48)
Analisis : Pronomina persona {-t} melekat pada bentuk yang sama pada K (45) dan K (46). Namun, ada bentuk lain yang mengalami perubahan dalam satu konstruksi kalimat yang sama dengan posisi pelekatan pronomina persona {-t} tersebut, yakni bentuk ti ’di sini’ dan no ’itu’ yang berubah menjadi niki ’di sini’ dan nikə ’itu’. Hal ini terjadi karena perbedaan kondisi sosial lawan tutur. Sementara itu, pada K (47) dan K (48), pronomina persona {-t} melekat pada bentuk yang berbeda. Dengan kata lain, terjadi perubahan pada bentuk yang dilekati oleh pronomina tersebut. Hal ini juga disebabkan perbedaan kondisi sosial lawan tutur. Bentuk tersebut adalah nani ’sekarang’ dan maŋkIn ’sekarang’. Bentuk maŋkIn merupakan ragam halus dari nani. Bentuk ini digunakan karena lawan tutur memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dari penutur. Sementara itu, jika penutur A berbicara dengan penutur C, tidak akan terjadi perubahan bentuk apapun dalam konstruksi kalimat, sebab tingkatan ekonomi dan pendidikan kedua penutur tersebut sama.
4) Pronomina Persona {-n}
Pada pronomina persona {-n} ini juga disajikan peristiwa tutur yang serupa. Penutur A yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan penutur B. Ditambahkan lagi dengan kehadiran C (sebagai orang ke tiga atau orang yang dibicarakan) yang memiliki tingkatan yang setara dengan penutur A. Mengingat pronomina persona {-n} merupakan pengganti orang ke tiga, maka perubahan bentuk yang akan terjadi dipengaruhi juga oleh tingat ekonomi dan pendidikan orang ke tiga tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kalimat-kalimat di bawah ini:
Penutur A ke B : Pirə kəloeq anak-n Pak Ahmad? ..... K (49)
Penutur B ke A : Pirə kəloeq bijə-n Pak Ahmad? ..... K (50)
Bandingkan dengan kalimat berikut ini:
Penutur A ke B : Kərəŋ-n lalo boyaq bain siq Pak Ahmad. ..... K (51)
Penutur B ke A : Kərəŋ-n lumbar boyaq niniqn siq Pak Ahmad. ..... K (52)
Analisis : Pronomina persona {-n} pada K (49) dan K (50) tidak mengalami perubahan bentuk. Bentuk yang melekat pada pronomina persona tersebutlah yang mengalami perubahan, yakni dari anakn ’anaknya’ menjadi bijən ’anaknya’. Bentuk bijən merupakan ragam halus dari anakn. Bentuk ini dipakai jika lawan tutur memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dari penuturnya. Sementara itu, untuk K (51) dan K (52), pronomina persona {-n} juga tetap tidak mengalami perubahan. Bentuk kərəŋ ’sering’ yang dilekatinya juga tidak mengalami perubahan. Sementara itu, jika penutur A berbicara dengan penutur C, tidak akan terjadi perubahan bentuk apapun dalam konstruksi kalimat, sebab tingkatan ekonomi dan pendidikan kedua penutur tersebut lebih tinggi dari penutur B.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} tetap utuh meskipun tingkat ekonomi dan pendidikan lawan tutur berubah-ubah. Yang berubah adalah bentuk yang dilekati pronomina tersebut atau bentuk lainnya yang terdapat pada konstruksi kalimat yang sama. Perubahan ini terjadi jika penutur dengan lawan tuturnya memiliki tingkatan ekonomi dan pendidikan yang berbeda. Sementara itu, perubahan tidak akan terjadi jika kedua penutur memiliki tingkatan ekonomi dan pendidikan yang sama. Selain itu, khusus untuk pronomina persona {-n}, perubahan bentuk juga dipengaruhi oleh tingkatan ekonomi dan pendidikan orang yang dibicarakan. Intinya, secara sosiolinguistik, pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} akan memberikan rujukan yang jelas mengenai tingkatan ekonomi dan pendidikan para penutur melalui bentuk yang lain dalam konstruki kalimat, bukan pada bentuk pronomina persona itu sendiri.

c) Kebangsawanan
Masalah kebangsawanan merupakan faktor yang paling menonjol dalam penggunaan bentuk-bentuk bahasa dalam bahasa Sasak Dialek a-e. Tidak jauh berbeda dengan tinjauan tingkat usia beserta ekonomi dan pendidikan para penuturnya, status kebangsawanan ini juga memegang peranan yang penting dalam penggunaan bentuk-bentuk bahasa. Termasuk pronomina personanya. Namun, khusus untuk pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}, bentuk-bentuknya tidak akan berubah meskipun status kebangsawan lawan tutur diganti. Bentuk yang akan berubah adalah kategori penunjuk atau verba dalam konstruksi kalimat yang sama. Baik kata yang dilekati oleh pronomina tersebut maupun kata yang tidak dilekatinya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-contoh berikut:
1) Pronomina Persona {-k}
Gambaran peristiwa tuturnya adalah, penutur A berstatus bangsawan, penutur B bukan bangsawan, dan penutur C masyarakan nonbangsawan.
Penutur A ke B: BaIt-ak kertas tiə sekali. ..... K (53)
’Tolong ambilkan saya kertas itu.’


Penutur B ke A: AmbIl-ak kertas nikə sekali. ..... K (54)
’Tolong ambilkan saya kertas itu.’

Analisis : Perhatikan bagian yang dicetak tebal, baik pada K (53) maupun pada K (54). Bandingkan bentuk baItak ’ambilkan saya’ dengan ambIlak ’ambilkan saya’ serta bentuk tiə ’itu’ dengan nikə ’itu’. Pada bentuk-bentuk tersebut, pronomina persona {-k} tidak mengalami perubahan. Bentuk yang berubah adalah bentuk yang dilekati pronomina persona {-k}, yaitu baItak dan ambIlak, serta bentuk di luar pronomina persona, yakni tiə dan nikə. Hal ini dikarenakan perbedaan tingkat kebangsawanan penutur A dengan B. Karena penutur A metupakan penutur berstatus bangsawan, maka ia menggunakan ragam biasa ketika berbicara dengan penutur B. Sebaliknya, penutur B menggunakan ragam halus ketika berbicara dengan penutur A. Namun, sekali lagi, tingkat kebangsawanan ini tidak mempengaruhi bentuk pronomina persona {-k}. Bentuk yang dipengaruhi adalah bentuk di luar pronomina persona {-k} tersebut. Sementara itu, jika penutur B berbicara dengan penutur C, maka konstuksi kalimat yang diucapkan adalah K (53), begitupun sebaliknya. Ketika penutur C berbicara kepada penutur B, maka konstruksi kalimat yang diucapkan sama. Ini karena kedua penutur sama-sama memiliki status nonbangsawan. Begitu juga jika penutur A berbicara dengan penutur lain yang sama-sama berstatus bangsawan.



2) Pronomina Persona {-m}
Peristiwa tutur antara penutur A, B, dan C. Penutur A berstatus bangsawan, sementara penutur B dan C nonbangsawan. Perhatikan kalimat-kalimat berikut:
Penutur A ke B : Dəŋah-m unik sak barak-m baruk no? ..... K (55)
’Apakah kamu mendengar apa yang kukatakan padamu tadi?’

Penutur B ke A : Pirəŋ-m unik saq atUrIn-m baruq nikə? .... K (56)
’Apakah Anda mendengar apa yang saya katakan pada Anda tadi?’

Analisis : Pada bentuk-bentuk yang dicetak tebal tersebut, dapat kita lihat terjadinya perubahan dari bentuk dəŋahm ’kamu mendengar’ menjadi pirəŋm ’Anda mendengar’, barakm ’memberitahumu’ menjadi atUrInm ’memberitahu Anda’, serta no ’itu’ menjadi nikə ’itu’. Perubahan yang terjadi pada bentuk-bentuk tersebut tidak mempengaruhi pronomina persona {-m}. Bentuk-bentuk tersebut terjadi karena perbedaan tingkat kebangsawan penutur dengan lawan tutur. Perubahan bentuk ini hanya akan terjadi jika terdapat perbedaan tingkat kebangsawanan antara penutur dengan lawan tutur. Jika kedua penutur memiliki status kebangsawan yang sama, maka konstruksi kalimat yang digunakan juga sama.
3) Pronomina Persona {-t}
Gambaran peristiwa tutur: penutur A memiliki status bangsawan, sementara penutur B dan C berstatus nonbangsawan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kalimat di bawah ini:
Penutur A ke B : Kancət pirə yaq payu milu ni? .... K (57)
’Dengan berapa orang jadinya kita akan pergi?’
Penutur B ke A : Kancət pirə yaq payu milu niki? .... K (58)
’Dengan berapa orang jadinya kita akan pergi?’

Analisis : Pronomina persona {-t} pada K (57) dan K (58) tidak mengalami perubahan. Bentuk yang berubah adalah kategori penunjuk ni ’ini’ dan niki ’ini’. Perubahan ini terjadi karena perubahan status kebangsawanan lawan tutur. Jika kedua penutur memiliki status kebangsawan yang sama, maka konstruksi kalimat yang digunakan juga sama. Perhatikan contoh berikut:
Penutur B ke C : Kancət pirə yaq payu milu ni? .... K (59)
’Dengan berapa orang jadinya kita akan pergi?’

Penutur C ke B : Kancət pirə yaq payu milu ni? .... K (60)
’Dengan berapa orang jadinya kita akan pergi?’
4) Pronomina Persona {-n}
Gambaran peristiwa tutur: penutur A dan C memiliki status bangsawan, sementara penutur B berstatus nonbangsawan. Penutur C sebagai orang ke tiga. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kalimat di bawah ini:
Penutur A ke B : Mulə-n tətu Eŋəs anak-n Pak Mahmud no ndih? .... K (60)
’Memang benar-benar cantik anaknya Pak Mahmud itu ya?’

Penutur B ke A : Mulə-n tətu Eŋəs bijə-n Pak Mahmud nikə ŋgih? .... K (60)
’Memang benar-benar cantik anaknya Pak Mahmud itu ya?’

Analisis : Pada K (59) dan K (60), pronomina persona {-n} tidak mengalami perubahan. Bentuk yang berubah adalah bentuk yang dilekati pronomina persona tersebut, yakni anak ’anak’ menjadi bijə ’anak’, serta bentuk di luar pronomina tersebut, yakni bentuk no ’itu’ menjadi nikə ’itu’ dan bentuk ndih ’ya’ menjadi ’ ŋgih’. Bentuk bijə, nikə, dan nggih masing-masing merupakan ragam halus dari anak, no, dan ndih. Bentuk anak berubah menjadi bijə karena perbedaan tingkat kebangsawanan antara penutur B dengan orang yang dibicarakannya, sedangkan bentuk no dan ndih berubah bentuk menjadi nikə dan ŋgih karena perbedaan tingkat kebangsawanan antara penutur B dengan lawan tuturnya.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, penggunaan bentuk pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}, khususnya dalam konstruksi kalimat, tidak dipengaruhi oleh tingkat kebangsawanan penuturnya. Bentuk yang akan mengalami perubahan adalah bentuk-bentuk yang dilekati ataupun bentuk-bentuk lain di luar pronomina persona tersebut. Sementara itu, perubahan tidak akan terjadi jika kedua penutur memiliki tingkatan kebangsawanan yang sama.

3. Beberapa Cacatan mengenai Penggunaan Pronomina Persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} berdasarkan Tinjauan Sosiolinguistik
Penggunaan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}, khususnya dalam konstruksi kalimat bahasa Sasak Dialek a-e tidak dipengaruhi oleh kondisi sosial penuturnya, baik ditinjau dari segi tingkatan usia, ekonomi, pendidikan, maupun kebangsawanan penuturnya. Penggunaan keempat pronomina persona ini akan memberikan rujukan secara umum mengenai personanya, yakni hanya berkisar kepada keterangan tentang orang pertama tunggal, untuk pronomina persona {-k}; orang ke dua tunggal, untuk pronomina persona {-m}; orang pertama jamak, untuk pronomina persona {-t}; dan orang ke tiga tunggal, untuk pronomina persona {-n}.
Sedangkan secara sosiolinguistik, keempat pronomina persona ini tidak memberikan rujukan yang jelas. Bagaimanapun tingkatan sosial penuturnya, bentuk pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} tetap utuh, tidak berubah. Bentuk yang akan mengalami perubahan adalah bentuk-bentuk yang dilekati ataupun bentuk-bentuk lain di luar pronomina persona tersebut. Dari bentuk-bentuk yang berubah inilah kita akan mengetahui perbandingan tingkat sosial penutur dengan lawan tutur atau orang yang dibicarakannya. Misalnya jika penutur menggunakan kata kerja atau kata penunjuk dalam ragam biasa, berarti lawan tutur atau orang yang dibicarakannya memiliki tingkat sosial yang lebih rendah atau setara dengannya. Sebaliknya, jika seorang penutur menggunakan ragam halus, berarti lawan tutur atau orang yang dibicarakannya memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi darinya, baik dari segi usia, ekonomi, pendidikan, maupun kebangsawanan. Bisa juga memiliki tingkatan yang lebih tinggi dalam seluruh tingkatan sosial yang disebutkan tersebut.
Jadi, berbeda dengan pronomina persona dalam bentuk utuh. Pronomina persona bentuk utuh akan mengalami perubahan, tergantug tingkatan sosial penuturnya. Misalnya penggunaan pronomina persona aku merupakan ragam biasa. Pronomina persona ini digunakan jika tingkatan sosial lawan tutur lebih rendah atau setara dengan penutur. Sementara itu, ragam halus dari aku, yakni tiaŋ, digunakan jika tingkat sosial lawan tutur lebih tinggi dari penuturnya. Misalnya penutur A dengan B. Penutur A berusia lebih tua dari penutur B. Penutur A dan B sama-sama bergelar bangsawan dan memiliki status ekonomi dan pendidikan yang setara. Maka penutur B mengucapkan: Pəliŋgih-m epeq kEpEŋ niki? ’Andakah pemilik uang ini?’ kepada penutur A. Sedangkan penutur A akan mengucapkan: Sidə epeq kepeng ni? ’Kamukah pemiliki uang ini?’ kepada penutur B. Perbedaan terdapat pada pronomina persona pəliŋgih ’Anda’ dengan sidə ’kamu’.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Satuan morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} merupakan pronomina persona tidak utuh/terikat dalam bahasa Sasak Dialek a-e. Pronomina persona {-k} merujuk pada orang pertama tunggal. Pronomina persona ini merupakan realisasi bentuk dari pronomina persona aku ’aku/saya’. Pronomina persona {-m} merujuk pada orang kedua tunggal. Pronomina persona ini merupakan realisasi bentuk dari pronomina persona kamu ’kamu’. Pronomina persona {-t} merujuk pada orang pertama jamak. Pronomina persona ini merupakan realisasi bentuk dari pronomina persona itə ’kita. Pronomina persona {-n} merujuk pada orang ketiga tunggal. Pronomina persona ini merupakan realisasi bentuk dari pronomina persona niə ’dia’.
Dilihat dari segi posisi pelekatan, pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} memiliki kemampuan melekat di belakang suatu bentuk. Sementara itu, jika dilihat dari segi kategori kata yang mampu dilekatinya, keempat pronomina persona ini memiliki distribusi yang cukup luas. Sebab, keempatnya memiliki kemampuan melekat pada 7 kategori kata, yakni kategori verba (kata kerja), adjektiva (kata sifat), adverbia (kata keterangan), nomina (kata benda), numeralia (kata bilangan), kata tanya, dan kata tugas. Pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} memiliki kemampuan melekat pada bentuk yang sama. Artinya, suatu bentuk yang dilekati oleh pronomina {-k} akan mampu juga dilekati oleh pronomina {-m}, {-t}, dan {-n}, begitupun seterusnya.
Penggunaan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} tidak dipengaruhi oleh situasi sosial penuturnya. Bentuknya akan utuh seperti semula meskipun strata sosial para penuturnya berubah-ubah. Strata sosial ini dilihat dari tingkat usia, ekonomi, pendidikan, serta kebangsawanan penutur. Keempat kondisi sosial ini sama-sama tidak memiliki pengaruh terhadap bentuk pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n}. Terutama jika ditilik dari konstruksi kalimat. Intinya, keempat pronomina persona ini tidak dapat menunjukkan tingkatan sosial para penuturnya. Dalam konstruksi kalimat, yang akan berubah adalah bentuk lainnya, misalnya bentuk berkategori verba ataupun kata penunjuk.
Dari bentuk-bentuk yang berubah inilah kita mengetahui perbandingan tingkat sosial penutur dengan lawan tutur atau orang yang dibicarakannya. Misalnya jika penutur menggunakan kata kerja atau kata penunjuk dalam ragam biasa, berarti lawan tutur atau orang yang dibicarakannya memiliki tingkat sosial yang lebih rendah atau setara dengannya. Sebaliknya, jika seorang penutur menggunakan ragam halus, berarti lawan tutur atau orang yang dibicarakannya memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi darinya, baik dari segi usia, ekonomi, pendidikan, maupun kebangsawanan. Bisa juga memiliki tingkatan yang lebih tinggi dalam seluruh tingkatan sosial yang disebutkan tersebut.

B. Saran
Dalam penelitian ini ditemukan juga adanya kaidah morfofonemis dari pelekatan pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} terhadap suatu bentuk. Namun, masalah morfofonemis ini tidak dibahas secara spesifik dalam penelitian ini. Oleh karena itu, kajian mengenai kaidah morfefenemis pronomina persona {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} merupakan hal yang cukup menarik untuk dikembangkan sebagai penelitian berikutnya.
Banyak sekali sisi menarik dalam bahasa Sasak, khususnya bahasa Sasak Dialek a-e yang dapat diteliti, baik mengenai pronomina persona maupun kajian lainnya. Oleh karena itu, untuk penelitian-penelitian selanjutnya, hendaknya sisi-sisi menarik itulah yang dikembangkan dalam penelitian. Ini tentunya lebih baik dibandingkan dengan mengulang penelitian serupa dengan mengganti lokasi penelitian semata. Selain mengganti lokasi penelitian, tentunya peneliti berikutnya dapat mengganti kajiannya pada pembahasan yang lain. Sebab, banyak sekali sisi menarik dari bahasa Sasak yang perlu untuk dikaji.













DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta

___________. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Doyseta. 2010. “Bab VII. Nomina, Pronomina, dan Numeralia”. Dalam http://pbsi-morfologi.blogspot.com. Diakses pada hari Jumat, 17 Desember 2010 pada pukul 17. 25

Hente, Asri, dkk. 2000. Morfologi Nomina dan Adjektiva Bahasa Saluan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Jannah, Riyadatul. 2007. “Pronomina Interogatif dalam Bahasa Sasak Dusun Senggigi Kecamatan Batulayar”. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram: tidak diterbitkan

Jaelani, Muhamad. 2007. “Menelusuri Asal Usul Papuk Baloq Kita”. Dalam http://sasak.org/2007/11/29/menelusuri-asal-usul-papuk-baloq-kita. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2009 pukul 13.31

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

_______. 2006. Kajian Dialektologi Diakronis Bahasa Sasak di Pulau Lombok. Yogyakarta: Gama Media

Mariati. 2009. “Pronomina Persona dalam Tingkatan Sosial Masyarakat di Desa Sukadana Kecamatan Bayan”. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram: tidak diterbitkan
Muslich, Masnur. 2009. Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara

Nugraha, Gilang. 2008. “Pronomina”. Dalam http://pbsi-morfologi.blogspot.com. Diakses pada hari Jumat, 17 Desember 2010 pada pukul 17.10

Nurhayadi. 1996. “Wujud dan Fungsi Pronomina Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur”. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram: tidak diterbitkan

Pamungkas. 1994. Intisari Kata Bahasa Indonesia. Surabaya : Appolo

Patmantari, Utami. 2010. “Bentuk dan Fungsi Pronomina Persona Bahasa Sasak Masyarakat Tutur Desa Lading-Lading Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara”. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram: tidak diterbitkan

Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Analisis Kalimat. Fungsi, Kategori dan Peran. Bandung : PT Refika Aditama

Ramlan. 1991. Tata Bahasa Indonesia; Penggolongan Kata. Yogyakarta : Andi Offset.

-. 2001. Ilmu Bahasa Indonesi;. Morfologi. Yogyakarta : Karyono

S., Siti Mariati. 2005. Pronomina Persona dalam Surat Kabar Harian Cenderawasih Pos. Jayapura: Balai Bahasa Jayapura

Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press

Sukmawati, Dian. 2004. ‘Pronomina Demonstratif dalam Bahasa Sasak.’ Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram: tidak diterbitkan

Sukri. 2008. Morfologi; Kajian antara Bentuk dan Makna. Mataram: Cerdas Press

Syafyahya, Leni. 2010. “Struktur Fungsional Pronomina Persona”. Dalam http://lenisyafyahya.wordpress.com/2010/01/29/struktur-fungsional-pronomina-persona/. Rabu, 12 mei 2010 pukul 14.15

Thoir, Nazir, dkk. 1985/1986. Tata Bahasa Bahasa Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Verhaar, J. W. M. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Warizqaan, Dzohri. 2010. “Pronomina Persona dalam Bahasa Sumbawa Dialek Sumbawa Besar di Desa Langam Kecamatan Lopok”. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram: tidak diterbitkan