PUISI


Dan Lembar Rindupun Gugur
Di sini, dalam gelap
Aku menyanyi sambil menguak lembar rindu
Di sini, dalam petang ini juga
Aku ingin mendendangkan bahasa hati
Agar mereka memahami, bahwa ada yang lupa terucap
Di sini, dalam sepi
Aku melantunkan dendang kenangan
Menghidupkan kembali jasad kerinduan yang tepekur
Jika ternyata yang bangkit petaka yang menjuntai, aku tak bisa merangkai dendang baru
Pasung itu mengekang lidahku hingga kelu dan terkungkung
Entah karena siapa, aku takkan bertanya  lagi
Semuanya telah samar, terseret air mata, diusung jeruji dan palung kematian
Mengenaskan!
Sementara pelakunya,
Senyum duplikat itui melekat di bibirnaya
Sesalpun samar, bahkan mungkin tak ada
Jijik aku melihatnya!
Di sini, masih dalam gelap
Aku tetap menyanyi sepi, untuk bungkam setelahnya
Terlalu pedih diteruskan
Sebab, gelak tawa telah pergi menjauh
Dan lembar rindupun gugur








Rindu
aku rindu
cukup satu kata itu
lalu salahkah?
Persimpangan terlalu samar
Sementara rindu tak memberi harapan apapun
Pun menyuguhkan jawaban
Salahkah?
Salahkah?
Sampai kapan
aku boleh menanti rindu
Pada keusangan waktu dan keremangan usia?
Jeda waktu yang ada tak cukup menyulam rindu jadi abu
Aku tak sanggup menangisi
Aku tak ingin meninggalkan rindu dalam pekat yang menganak sungai
Aku rindu
Hanya itu
Salahkah?
Aku merindukanMu
Teramat sangat merinduMu
Meski dengan jiwa yang tersisa
Meski malu bertumpuk
Sebab kerinduanku tak lebih dari sekedar pengobat luka yang berkali aku toreh sendiri
Sementara gelak tawa yang lampau,
Aku tak pernah rindukanMu
Meski dalam igauan mimpi
Aku rindu
Rindu padaMu
Teramat sangat merindukanMu
Salahkah?